Berfokus pada Kelebihan  

“Anak-anak, coba tuliskan tiga kelebihanmu, ” kata seorang guru yang hari itu menjadi pembimbing retreat bagi anak-anak sekolah dasar.

Menit demi menit berlalu namun anak-anak itu seakan masih bingung.

Dengan setengah berakting, sang guru kemudian bersuara keras : “Ayo, tuliskan! Kalau ngga, kertasmu saya sobek lo.” Anak-anak manis itu seketika menjadi salah tingkah.

Beberapa di antara mereka, memang tampak mulai menulis. Salah satu di antara mereka menulis di atas kertas, “Kadang-kadang nurutin kata ibu. Kadang-kadang bantu ibu. Kadang-kadang nyuapin adik makan.”

Penuh rasa penasaran, sang guru bertanya kepadanya : “Kenapa tulisnya kadang-kadang? “. Dengan wajah penuh keluguan, sang bocah hanya berkata : “Emang cuma kadang-kadang, pak guru”

Ketika semua anak telah menuliskan kelebihan dirinya, sang guru kemudian melanjutkan instruksi berikutnya : “Sekarang anak-anak, coba tuliskan tiga kelemahanmu atau hal-hal yang buruk dalam dirimu.”

Seketika ruangan kelas menjadi gaduh. Anak-anak tampak bersemangat. Salah satu dari mereka angkat tangan dan bertanya : “Tiga saja, pak guru?”. “Ya, tiga saja!” jawab pak guru. Anak tadi langsung menyambung : “Pak guru, jangankan tiga, sepuluh juga bisa!”.

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari cerita sederhana itu? Saya menangkap setidaknya ada beberapa hal penting yang bisa kita pelajari. Salah satunya, kita sering tidak menyadari apa kelebihan diri kita karena lingkungan dan orang di sekitar kita jauh lebih sering mengkomunikasikan kepada kita kejelekan dan kekurangan kita.

Baru-baru ini, saya dan istri saya menyaksikan di sebuah televisi swasta pertunjukkan seni dari para penyandang cacat. Kami benar-benar terharu. Ada orang buta yang begitu piawai bermain piano atau kecapi. Pria tanpa lengan dan wanita muda yang tuli dapat menari dengan begitu indahnya. “Luar biasa, dia bisa menari dengan penuh penghayatan. Yang membuat saya heran, dia kan tuli tapi kok bisa mengikuti irama lagu dengan sangat tepat?”, kata istri saya terkagum-kagum.

Seorang pria buta yang bernyanyi dengan nada merdu sempat berkata, “Saudaraku, saya memiliki dua mata seperti Anda. Namun yang ada di depan saya hanyalah kegelapan. Ibu saya mengatakan saya bisa bernyanyi, dan ia memberi saya semangat untuk bernyanyi.”

Benarlah apa yang dikatakan Alexander Graham Bell : “Setelah satu pintu tertutup, pintu lainnya terbuka; tetapi kerap kali kita terlalu lama memandangi dan menyesali pintu yang telah tertutup sehingga kita tidak melihat pintu yang telah dibuka untuk kita.”

Fokuskan perhatian pada kelebihan kita dan bukan kelemahan kita.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Bersujud di Keheningan Malam  

Penulis : Muhammad Shalih Ali Abdillah Ishaq

KotaSantri.com : Saudaraku, Wahai hamba Allah, malam telah melewati setengahnya. Siapa diantara kalian yang telah introspeksi diri dan insaf untuk melakukan ketaatan kepada Allah? Siapa diantara kalian yang telah bangun di malam ini dengan memenuhi hak-haknya? Siapa diantara kalian yang berkeinginan untuk membangun ruangan di surga sebelum pintunya di tutup?

Ingatlah bahwa umur kalian semakin berkurang, berbekallah dengan amal perbuatan. Sepertinya kalian telah mengabaikan hal itu. Semua amal baik akan mendapatkan balasan dan imbalan yang pantas. Apabila malam kalian tetap seperti ini, dari mana kalian akan mendapatkan imbalan dan balasan?

Saudaraku, berhentilah dan introspeksilah dirimu dengan jujur katakan kepada dirimu : Sampai kapan aku akan terus bicara dan tidak berbuat? Berapa kali aku memiliki keinginan dan tidak pernah aku laksanakan? Betapa tercelanya kedua mataku, yang tidak berhenti dari kebodohan ini. Betapa senang nafsuku, yang tidak mau menerima ketaatan. Berapa kali ia hanya memberi alasan, celakalah dia dengan mengatakan "seandainya", "akan", dan berapa kali engkau mengulurnya. Berapa kali ia hanya memiliki angan-angan yang tidak pernah punah? Lalu dilupakan, padahal kematian tidak pernah terlupakan, pasti akan datang.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Empat Tahap Pengembangan Diri  

Dalam pandangan saya, tahap-tahap personal development dapat dilihat dari empat tahap berikut: pertama, mengenali diri sendiri. Kedua, memposisikan diri. Ketiga, mendobrak diri. Dan keempat, aktualisasi diri. Pada kesempatan ini, saya akab bahas tahap pertama terlebih dahulu.

Dibanding ciptaan Tuhan yang lainnya, manusia adalah ciptaan yang paling sempurna. Kesempurnaan di sini dilihat dari kelengkapan sisi-sisi manusia itu sendiri, yaitu adanya kebaikan, ada pula keburukan. Ada sisi yang kuat, ada pula sisi yang lemah. Manusia sebagai makhluk penuh potensi diri, harus selalu bertumbuh menuju aktualisasi dirinya. Manusia harus mengenali kedua sisi tersebut sebaik-baiknya. Sebab, mengenal diri sendiri adalah dasar dari action atau tindakan-tindakan, demi meraih sebuah cita-cita yang besar.

Contoh: setelah menganalisis diri dengan saksama, kemudian kita mampu menemukan kekuatan personal kita seperti kreativitas, semangat berinovasi, ketajaman analisis, kemampuan menemukan peluang, penerimaan terhadap hal-hal baru, semangat belajar yang tinggi, serta cita-cita atau tujuan-tujuan pribadi yang mulia. Tetapi di sisi lain, mungkin saja kita merasa memiliki kelemahan, seperti kurang disiplin, tidak fokus, kurang konsisten, tidak berani mencoba, atau tidak berani ambil risiko.

Pada kasus ini, kita lihat betapa kekuatan berupa potensi-potensi diri yang istimewa menjadi sulit berkembang, karena kelemahan-kelemahan yang tidak bisa dikendalikan atau dikelola dengan baik.

Titik krusialnya di sini adalah, memaksimalkan potensi atau kekuatan dan sekaligus meminimalkan pengaruh kelemahan kita. Caranya:

Pertama, berkomitmen untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut.
Kedua, melakukan action atau usaha yang sungguh-sungguh untuk menghentikan pengaruhnya setiap kali kelemahan diri tersebut muncul.
Ketiga, menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang mendorong mencuatnya potensi kita, dan pada saat bersamaan mengubur sedalam-dalamnya setiap kelemahan kita.
Keempat, terus-menerus menumbuhkan dan mengembangkan motivasi diri, supaya semangat selalu berkobar dan kita senantiasa memiliki mentalitas yang sehat.

Dan keempat hal tersebut harus kita mulai sekarang juga! Ingat, hanya orang yang memiliki motivasi dan berani bertindak saja yang akan sukses. Action is power! Tindakan adalah kekuatan!

Demikian dari saya Andrie Wongso
Action & Wisdom Motivation Training
Success is My Right
Salam sukses luar biasa!!!
www.andriewongso.com

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Menggali Hikmah di Lorong Rumah Sakit  

Penulis : Kania Ningsih

KotaSantri.com : Aku kemarin berada di tempat ini. Banyak orang lalu lalang. Tidak ada orang yang menutup hidung karena bau obat yang menyeruak seperti kata temanku yang sangat membenci datang ke tempat ini. Tetapi wangi pun tidak. Biasa saja. Atau lantai dan ruangan di tempat ini sudah memakai pewangi seperti yang diiklankan di TV? Ataukah penciumanku sudah tidak peka lagi karena tidak sengaja menikmati parfum pria-pria metroseksual di kampus atau sekolah, mengendus-endus uang haram, dan mencium yang terlarang. Hiy, a'udzubillah. Membayangkannya saja sungguh ngeri bin serem!

Aku kemarin berada di tempat ini. Orang-orang itu ada yang baru datang dan pergi. Kutemui berbagai wajah dan ekspresi -meski kebanyakan tak ada ekspresi karena terlalu lelah dengan cobaan hidup dan tidak tahu harus bagaimana selain menjalani hidup-. Sedih. Masih bagus ada ekspresi jika keluarga, saudara, atau teman mereka ditimpa musibah. Terkadang kesedihan, kegagalan, dan kegetiran hidup adalah lebih baik, lebih bisa mendekatkan diri pada Allah dengan meratap dan meminta tolong pada-Nya. Gembira, jika sebaliknya. Banyak yang diuji dengan kebahagiaan sehingga lupa pada Tuhannya. Perhaps we're not the one. Aku melihat banyak kehidupan di wajah itu. Wajah yang berkata tentang kehidupan.

Aku kemarin berada di tempat ini. Kukira cerita sedih saja yang ada, ternyata yang fun & entertaint juga ada. Tanpa maksud menertawakan orang, aku menemukan sepasang muda-mudi yang sedang berfoto ria depan tempat pengambilan obat. Yang lelaki berambut gondrong bergaya bak fotografer sambil memegang handphone berkamera dan memegang dagu perempuan di depannya, sedang menata gaya barangkali. Perempuan di depannya menelengkan kepala dengan gaya sedemikian rupa. Ow, sempat-sempatnya! Dan aku tersenyum. Teman di sampingku ikut tersenyum. Seketika aku jadi teringat cerita sang teman ketika beberapa waktu lalu mengantar kakaknya check up. Sedang BT-Btnya menunggu, tiba-tiba sang dokter lewat sambil ber-ssshhh ria karena kepedasan. Bibirnya terlihat memerah. Rupanya sang dokter habis makan bakso. Sempat juga ya? Aku jadi tersenyum lagi. Thank God still I found my humourous. Mungkin sebagian kamu bertanya apanya yang lucu. Tidak lucu menertawakan orang lain! Tunggu dulu, bukannya aku sudah bilang tidak bermaksud menertawakan mereka. Itu keluar spontan saja!

Hmm, jadi teringat Rasulullah. Beliau tertawa sampai kelihatan giginya, tapi tidak terbahak-bahak seperti keledai. Beliau bercanda tentang suatu yang benar, tidak ada kebohongan. Misalnya saja ketika seorang nenek bertanya kepada Rasulullah apakah dia bisa masuk surga. Rasulullah menjawab bahwa di surga tidak ada nenek-nenek. Dan menangislah si nenek mendengarnya. Rasulullah tertawa dan berkata lagi bahwa si nenek bisa masuk surga dan di sana semua orang menjadi muda termasuk si nenek. Seorang dokter anak dari West Virginia, Hunter Adams mengatakan bahwa kegembiraan adalah lebih penting dari obat apapun. Norman Cousins, pendiri psikoneuroimunology dan redaktur Saturday Review tahun 1960-an, pernah jatuh sakit dan dokter memvonisnya tak bisa sembuh lagi. Setelah membaca buku Stress of Life, dia menjadi pemburu dan penangkap tertawa. 30 menit menonton film lucu dapat memberikan kepadanya 2 jam tidur tanpa rasa sakit. Enam bulan kemudian, dia benar-benar sembuh!

Ow maaf, aku ngelantur. Kemarin aku berada di tempat ini. Disini ada fashion show. Diantara para pembesuk itu serombongan peragawati berjalan dengan anggunnya. Warna pakaian mereka senada dan terlihat mentereng membuat mata semua orang melirik. Tempat ini, lorong ini, benar-benar tepat sebagai catwalk mereka. Ah tidak. Bukan mereka saja, bukankah aku juga termasuk salah seorang dari mereka??

Teman, kemarin aku berada di tempat ini, berjalan terus tanpa melihat ujung. Yang ada di depanku hanya orang yang lalu lalang, gedung putih di kiri dan kanan, dan dua belokan yaitu kiri dan kanan. Belokan itu mirip kehidupan manusia. Belokan itu adalah pilihan hidup manusia. Manusia hidup selalu berada dalam 2 pilihan, benar atau salah, jahat atau baik, hitam atau putih. Akal, hati, dan hawa nafsunya berdiskusi untuk memilih jalan mana. Setiap jalan sudah ada konsekuensinya. Semua orang tahu kalau memilih jalan yang salah pasti akan tersesat. Sebaliknya, jalan yang benar akan menuntun pada tujuan. Hanya, apakah orang itu tahu jalan yang tempuhnya itu salah atau benar? Dia perlu bertanya pada orang yang lebih tahu.

Teman, kemarin aku berada di tempat ini. Semua terlihat serba putih, lantai keramik putih, dinding dicat putih, suster berpakaian putih, hanya sekarang dokter tidak melulu berpakaian putih, bercelana jeans pun jadi. Aku diam-diam bersyukur tidak pernah berada di tempat seperti ini lama-lama. A'udzubillah, mudah-mudahan tidak pernah. Terbayang, betapa bosannya tidur di atas seprei putih, diantara bantal putih dan dinding putih dan dikelilingi gorden putih. Fuih, padahal warna di jagat raya ini ada jutaan, man!

Betapa mengerikannya ketika kita tidak bisa berbuat apa-apa dan semua hal mesti dibantu orang, makan, minum, ke WC, mandi, wudhu! Merepotkan saja! Betapa tidak nyamannya ketika harus minum obat setiap saat. Alhamdulillaah, kata Rasulullah -kata Raihan juga- kita mesti bersyukur atas nikmat sehat sebelum sakit. Allahumma 'aafinii fi badani, allahumma 'aafin fii sam'ii, allhumma 'aafini fii basharii, laailaaha illaa anta.

Aku kemarin aku berada di tempat ini, di lorong ini, lorong rumah sakit. Banyak penulis cari inspirasi disini. Entah besok aku akan ada dimana. Aku selalu menanti kejutan. Walau tak selalu menyenangkan, menangkap berbagai hikmah yang tersembunyi dari segala kejadian akan menjadi hal yang menyenangkan. Kenapa? Karena kamu akan jadi orang yang serba bisa. Kamu bisa bicara dengan angin yang berhembus, kamu bisa bicara dengan dinding dan dengan hati manusia. Yah, tidak seekstrim itu sih, tidak seperti Nabi Sulaiman yang bisa bicara dengan semut dan binatang lain. Tapi, kamu bisa merasakannya, menggali hikmah dengan hatimu.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

I Love U Mom  

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan bahagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, aku tidak lapar” ———-KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia dapat memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan suduku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA

Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kepentingan hidup. Di kala musim sejuk tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak mancis. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus kerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, aku tidak penat” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, aku tidak haus!” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang pakcik yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : “Saya tidak butuh cinta” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pencen. Tetapi ibu tidak mahu, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Saya ada duit” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM

Setelah lulus dari ijazah, aku pun melanjutkan pelajaran untuk buat master dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universiti ternama di Amerika berkat sebuah biasiswa di sebuah syarikat swasta. Akhirnya aku pun bekerja di syarikat itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mahu menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Aku tak biasa tinggal negara orang” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanser usus, harus dirawat di hospital, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik terus segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perit, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : “Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan” ———-KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : “Terima kasih ibu..!” Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktiviti kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu risau akan kabar pasangan kita, risau apakah dia sudah makan atau belum, risau apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah merisaukan kabar dari orangtua kita? Risau apakah orangtua kita sudah makan atau belum? Risau apakah orangtua kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi… Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi orangtua kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai ada kata “MENYESAL” di kemudian hari.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Kegagalan adalah Kado yang Berharga  

Terbayang dalam sebuah artikel, penulis pernah menyinggung : Ketika ia baru keluar dari dinas tentara, hanya mengantongi ijazah SMU, tidak ada satu pun ketrampilan, sehingga terpaksa kerja di sebuah perusahaan percetakan menjadi kurir.

Suatu hari, anak muda ini mengantar penuh muatan berisi puluhan buku ke kantor berlantai 7 di suatu perguruan tinggi ; ketika dia memanggul buku-buku tersebut menunggu di lift, seorang satpam yang berusia 50-an menghampirinya dan berkata : "Lift ini untuk profesor dan dosen, lainnya tidak diperkenankan memakai lift ini, kau harus lewat tangga!"

Anak muda memberian penjelasan pada satpam itu :

"Saya bukan mahasiswa, saya hanya ingin mengantar buku semobil ini ke kantor lantai 7, ini kan buku pesanan sekolah!"

Namun, dengan beringas satpam itu berkata :

"Saya bilang tidak boleh ya tidak boleh, kau bukan profesor atau pun dosen, tidak boleh menggunakan lift ini! Kedua orang itu berdebat cukup lama di depan pintu lift, tapi, satpam tetap bersikeras tidak mau mengalah. Dalam benak anak muda itu berpikir, jika hendak mengangkut habis buku semobil penuh ini, paling tidak harus bolak-balik 20 kali lebih ke lantai 7, ini akan sangat melelahkan! Kemudian, anak muda itu tidak dapat menahan lagi satpam yang menyusahkan ini, lantas begitu pikirannya terlintas, ia memindahkan tumpukan buku-buku itu ke sudut aula, kemudian pergi begitu saja.

Setelah itu, anak muda menjelaskan peristiwa yang dialaminya kepada bos, dan bos bisa memakluminya,sekaligus juga mengajukan surat pengunduran diri pada bosnya, dan segera setelah itu ia pergi ke toko buku membeli bahan pelajaran sekolah SMU dan buku referensi, sambil meneteskan air mata ia bersumpah, saya harus bekerja keras, harus bisa lulus masuk ke perguruan tinggi, saya tidak akan membiarkan dilecehkan orang lagi.

Selama 6 bulan menjelang ujian, anak muda ini belajar selama 14 jam setiap hari, sebab ia sadar, waktunya sudah tidak banyak, ia tidak bisa lagi mundur, saat ia bermalas-malasan, dalam benaknya selalu terbayang akan hinaan security yang tidak mngizinkannya memakai lift, membayangkan diskriminasi ini, ia segera memacu semangatnya, dan melipatkan gandakan kerja kerasnya.

Belakangan, anak muda ini akhirnya berhasil lulus masuk ke salah satu lembaga ilmu kedokteran. Dan kini, selama 20 tahun lebih telah berlalu, sang anak muda akhirnya berhasil menjadi seorang dokter klinik. Sang dokter merenung sejenak, ketika itu, jika bukan karena security yang sengaja mempersulitya, bagaimana mungkin ia menyeka air matanya dari hinaan itu, dan berdiri dengan berani ? Dan bukankah security yang dibencinya itu adalah budi-nya seumur hidupnya?

Kisah ini membuat saya teringat akan masa lalu, kala itu ketika masih duduk di bangku SMU, di kelas ada seorang murid yang nakal, prestasiya di sekolah biasa-biasa saja, tidak menonjol. Suatu hari, guru fisika membagi sebuah soal yang rumit sebagai pekerjaan rumah, keesokannya saat masuk sekolah, hampir semua siswa tidak ada yang bisa menjawabnya, namun, hanya siswa nakal bernama Chen itu yang dapat menjelaskannya!

"Chen, katakan dengan jujur, apakah PR ini hasil kerja kakakmu? Saya tahu fisika kakakmu sangat hebat. Tahun lalu saya penah mengajarinya."demikian tanya sang guru.

"Itu memang hasil kerjaku sendiri! Guru, mana boleh Anda menuduhku demikian?"

"Sudahlah, kau tidak perlu bohong! Bukan hasil kerja sendiri, mengapa tidak tahu malu, bersikeras bilang hasil kerja sendiri!" sambil berdiri di podium dan dengan nada mengejek dan menyindir guru fisika itu berkata :

"Sudahlah!jangan bikin malu! Saya tahu betul tarafmu, kau tidak perlu bohong padaku!"

Ketika itu, saya memalingkan kepala, dan melihat Xiao Chen menundukkan kepala, mengatup mulutnya, matanya berkaca-kaca, ia tidak membantah lagi, terus menundukkan kepala, pura-pura membaca buku, dan air matanya setetes demi setetes menitik jatuh ke atas buku pelajarannya. Setelah ujian, Xiao Chen yang berjuang keras, akhirnya berhasil lulus ujian masuk ke Universitas Taiwan, dan setelah ke luar dari dinas militer, ia melanjutkan kuliahnya di AS, kini, ia kembali ke negaranya dengan gelar kehormatan sebagai "doktor fisika".

Dan saya, selamanya juga tidak lupa dengan sebait kalimatnya untukku ketika di SMU :

"Soal itu, jelas-jelas saya yang kerjakan, tapi, mengapa ia (guru fisika) tidak percaya padaku, malah menghina dan mengejekku di depan siswa, memandang rendah padaku ? Kelak, fisika saya harus lebih hebat daripada dia! Bapak Jiang Jingguo pernah berkata : "Saat gagal harus bersabar". Benar, manusia, pasti ada saatnya mengalami kegagalan, tapi, saya semakin yakin!
"Kegagalan, adalah hadiah terbaik bagi remaja!"

Manusia, hanya di saat mengalami kegagalan, di persulit, didiskreditkan, di ejek dan dihina orang, baru bisa "mengingatkan diri" dan segera sadar, bukankah ini merupakan kado yang sangat berharga dalam sepanjang hidup kita?

Karena itu, jika kegagalan sekarang dapat memberikan kebahagiaan Anda di kemudian hari, bersabarlah. Sebaliknya tinggalkan, jika kebahagiaan sekarang bisa mendatangkan kemalangan Anda dikemudian hari.

Setiap kegagalan, kepedihan, maupun pukulan dalam perjalanan hidup pasti ada maknanya.
(Sumber : Dajiyuan)

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Sahabat.....  

Sahabat.....

Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang
melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang
membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan,
tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu
bahkan bertumbuh bersama karenanya..… Persahabatan
tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan
proses yang panjang seperti besi menajamkan besi,
demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka
dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan,
didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini
tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan
kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan
untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya
ia memberanikan diri menegur apa adanya.

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman,
tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan
tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha
pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat
kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki
motivasi mencari perhatian, pertolongan dan
pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia
berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang
dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan
sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali
dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun
tidak semua orang berhasil mendapatkannya.

Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya
persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena
dikhianati sahabatnya.

** Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari
seribu teman yang mementingkan diri sendiri **

"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam
kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita"

Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam
kesulitan.

Siapa yang berada di samping anda ?? Siapa yang
mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai ??

Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa
memberikan apa-apa ??

MEREKALAH SAHABAT ANDA Hargai dan peliharalah selalu
persahabatan anda dengan mereka.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Cermin Anak  

Suatu ketika di sebuah sekolah, diadakan pementasan drama. Pentas
drama yang meriah, dengan pemain yang semuanya siswa-siswi di sana.
Setiap anak mendapat peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh
yang mereka perankan. Semuanya tampak serius, sebab Pak Guru akan
memberikan hadiah kepada anak yang tampil terbaik dalam pentas.

Di depan panggung, semua orangtua murid ikut hadir dan menyemarakkan
acara itu.

Lakon drama berjalan dengan sempurna. Semua anak tampil dengan
maksimal. Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul
dan topinya, ada juga yang menjadi nelayan, dengan jala yang
disampirkan di bahu. Di sudut sana, tampak pula seorang anak dengan
raut muka ketus, sebab dia kebagian peran pak tua yang pemarah,
sementara di sudut lain, terlihat anak dengan wajah sedih, layaknya
pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para orangtua dan
guru kerap terdengar, di sisi kiri dan kanan panggung.

Tibalah kini akhir dari pementasan drama. Dan itu berarti, sudah
saatnya Pak Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah.
Setiap anak tampak berdebar dalam hati, berharap mereka terpilih
menjadi pemain drama yang terbaik. Dalam komat-kamit mereka berdoa,
supaya Pak Guru akan menyebutkan nama mereka, dan mengundang ke atas
panggung untuk menerima hadiah. Para orangtua pun ikut berdoa,
membayangkan anak mereka menjadi yang terbaik.

Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian ia menyebutkan
sebuah nama. Ahha... ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah-lah
yang menjadi juara. Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak
gembira. "Aku menang...", begitu ucapnya. Ia pun bergegas menuju
panggung, diiringi kedua orangtuanya yang tampak bangga. Tepuk tangan
terdengar lagi. Sang orangtua menatap sekeliling, menatap ke seluruh
hadirin. Mereka bangga.

Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia sedikit
bertanya kepada sang "jagoan, "Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas
mendapatkannya. Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus
sekali. Apa rahasianya ya, sehingga kamu bisa tampil sebaik ini? Kamu
pasti rajin mengikuti latihan, tak heran jika kamu terpilih menjadi
yang terbaik.." tanya Pak Guru. "Coba kamu ceritakan kepada kami
semua, apa yang bisa membuat kamu seperti ini..."

Sang anak menjawab, "Terima kasih atas hadiahnya Pak. Dan sebenarnya
saya harus berterima kasih kepada Ayah saya di rumah. Karena, dari
Ayah lah saya belajar berteriak dan menjadi pemarah. Kepada Ayah-lah
saya meniru perilaku ini. Ayah sering berteriak kepada saya, maka,
bukan hal yang sulit untuk menjadi pemarah seperti Ayah."

Tampak sang Ayah yang mulai tercenung. Sang anak mulai
melanjutkan, "...Ayah membesarkan saya dengan cara seperti ini, jadi
peran ini, adalah peran yang mudah buat saya..."

Senyap. Usai bibir anak itu terkatup, keadaan tambah senyap.
Begitupun kedua orangtua sang anak di atas panggung, mereka tampak
tertunduk. Jika sebelumnnya mereka merasa bangga, kini keadaannya
berubah. Seakan, mereka berdiri sebagai terdakwa, di muka pengadilan.
Mereka belajar sesuatu hari itu. Ada yang perlu diluruskan dalam
perilaku mereka.
(swaramerdeka)

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Semangkuk Bakmi Panas  

Pada malam itu, Ana bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, Ana segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan di suatu jalan, ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tdk membawa uang.

Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan
semangkuk bakmi, tetapi ia tdk mempunyai uang.

Pemilik kedai melihat Ana berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?” ” Ya, tetapi, aku tdk membawa uang” jawab Ana dengan malu-malu.
“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu” jawab si pemilik kedai. “Silahkan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi. Ana segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang. “Ada apa nona?”
Tanya si pemilik kedai.
“tidak apa-apa” aku hanya terharu jawab Ana sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi !, tetapi,? ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi ke rumah”
“Kau, seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri” katanya kepada pemilik kedai.

Pemilik kedai itu setelah mendengar perkataan Ana, menarik nafas panjang dan berkata “Nona mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya”

Ana, terhenyak mendengar hal tsb. “Mengapa aku tdk berpikir ttg hal tsb? Utk semangkuk bakmi dr org yg baru kukenal, aku begitu
berterima kasih, tetapi kepada ibuku yg memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya.

Ana, segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yg hrs diucapkan kpd ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengan Ana, kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah “Ana kau sudah pulang, cepat masuklah, aku
telah menyiapkan makan malam dan makanlah dahulu sebelum kau tidur, makanan akan menjadi dingin jika kau tdk memakannya sekarang”. Pada saat itu Ana tdk dapat menahan tangisnya dan ia menangis dihadapan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kpd org lain disekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan
kepada kita. Tetapi kpd org yang sangat dekat dengan kita (keluarga) khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup Kita

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Semut, Laba-Laba, dan Lebah  

Kehidupan : Ibarat Semut, Laba-laba, dan Lebah
Penulis : M. Quraish Shihab

KotaSantri.com : Tiga binatang kecil ini menjadi nama dari tiga surah di dalam Al-Qur'an. An-Naml (semut), Al-'Ankabuut (laba-laba), dan An-Nahl (lebah).

Semut, menghimpun makanan sedikit demi sedikit tanpa berhenti. Konon, binatang ini dapat menghimpun makanan untuk bertahun-tahun. Padahal usianya tidak lebih dari setahun. Ketamakannya sedemikian besar sehingga ia berusaha dan seringkali berhasil memikul sesuatu yang lebih besar dari tubuhnya.

Lain lagi uraian Al-Qur'an tentang laba-laba. Sarangnya adalah tempat yang paling rapuh (Al-'Ankabuut [29] : 41), ia bukan tempat yang aman, apapun yang berlindung di sana akan binasa. Bahkan jantannya disergapnya untuk dihabisi oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan hingga dapat saling memusnahkan. Inilah gambaran yang mengerikan dari kehidupan sejenis binatang.

Akan halnya lebah, memiliki naluri yang dalam bahasa Al-Qur'an "atas perintah Tuhan ia memilih gunung dan pohon-pohon sebagai tempat tinggal." (An-Nahl [16] : 68). Sarangnya dibuat berbentuk segi enam bukannya lima atau empat agar efisen dalam penggunaan ruang. Yang dimakannya adalah serbuk sari bunga. Lebah tidak menumpuk makanan. Lebah menghasilkan lilin dan madu yang sangat manfaat bagi kita. Lebah sangat disiplin, mengenal pembagian kerja, segala yang tidak berguna disingkirkan dari sarangnya. Lebah tidak mengganggu kecuali jika diganggu. Bahkan sengatannya pun dapat menjadi obat.

Sikap kita dapat diibaratkan dengan berbagai jenis binatang ini. Ada yang berbudaya 'semut'. Sering menghimpun dan menumpuk harta, menumpuk ilmu yang tidak dimanfaatkan. Budaya 'semut' adalah budaya 'aji mumpung'. Pemborosan, foya-foya adalah implementasinya. Entah berapa banyak juga tipe 'laba-laba' yang ada di sekeliling kita. Yang hanya berpikir: "Siapa yang dapat dijadikan mangsa."
Nabi Shalalahu 'Alaihi Wasallam mengibaratkan seorang mukmin sebagai 'lebah'. Sesuatu yang tidak merusak dan tidak menyakitkan : "Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya." Semoga kita menjadi ibarat lebah. Insya Allah!

Read More...
AddThis Social Bookmark Button