Maafkan Salahku, Ibu...  

Maafkan salahku, Ibu....

Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa apa pun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita. Apabila kita melakukan energi positif atau kebaikan maka kita akan mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula bila kita melakukan energi negatif atau keburukan maka kitapun akan mendapat balasan berupa keburukan pula. Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah pengalaman pribadi yang terjadi pada 2003.

Pada September-Oktober 2003 isteri saya terbaring di salah satu rumah sakit di Jakarta . Sudah tiga pekan para dokter belum mampu mendeteksi penyakit yang diidapnya. Dia sedang hamil 8 bulan. Panasnya sangat tinggi. Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah terbujur di ruang ICU. Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel yang tersambung ke sebuah layar monitor.

Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya. Dokter berkata, "Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu".

Saya pun menjawab "Mengapa dokter meminta izin saya? Bukankan setiap pagi saya membeli berbagai macam obat di apotek dokter tidak meminta izin saya"

Dokter itu menjawab "Karena obat yang ini mahal Pak Jamil."

"Memang harganya berapa dok?" Tanya saya.

Dokter itu dengan mantap menjawab "Dua belas juta rupiah sekali suntik."

"Haahh 12 juta rupiah Dok, lantas sehari berapa kali suntik, dok?"

Dokter itu menjawab, "Sehari tiga kali suntik pak Jamil."

Setelah menarik napas panjang saya berkata, "Berarti satu hari tiga puluh enam juta, Dok?" Saat itu butiran air bening mengalir di pipi. Dengan suara bergetar saya berkata, "Dokter tolong usahakan sekali lagi mencari penyakit isteriku, sementara saya akan berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar penyakit istri saya segera ditemukan."

"Pak Jamil kami sudah berusaha semampu kami bahkan kami telah meminta bantuan berbagai laboratorium dan penyakit istri Bapak tidak bisa kami deteksi secara tepat, kami harus sangat hati-hati memberi obat karena istri Bapak juga sedang hamil 8 bulan, baiklah kami akan coba satu kali lagi tapi kalau tidak ditemukan kami harus mengganti obatnya, Ppak." jawab dokter.

Setelah percakapan itu usai, saya pergi menuju mushola kecil dekat ruang ICU. Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa, "Ya Allah Ya Tuhanku... aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba-Mu, akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan pasti akan Engkau balas dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah aku lakukan juga akan Engkau balas. Ya Tuhanku... gerangan keburukan apa yang pernah aku lakukan sehingga Engkau uji aku dengan sakit isteriku yang berkepanjangan, tabunganku telah terkuras, tenaga dan pikiranku begitu lelah. Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku. Engkau Maha Tahu bahkan Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk. Dan Engkaupun mengetahui hal yang kecil dari itu. Aku pasrah kepada Mu Ya Tuhanku. Sembuhkanlah istriku. Bagimu amat mudah menyembuhkan istriku, semudah Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini."

Ketika saya sedang berdoa itu tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan kejadian puluhan tahun yang lalu. Ketika itu, saya hidup dalam keluarga yang miskin papa. Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya sekolah yang hanya Rp. 25 per bulan. Akhirnya saya memberanikan diri mencuri uang ibu saya yang hanya Rp. 125. Saya ambil uang itu, Rp 75 saya gunakan untuk mebayar SPP, sisanya saya gunakan untuk jajan.

Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang ia menangis sambil terbata berkata, "Pokoknya yang ngambil uangku kualat... yang ngambil uangku kualat..." Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh ibuku. Melihat hal itu saya hanya terdiam dan tak berani mengaku bahwa sayalah yang mengambil uang itu.

Usai berdoa saya merenung, "Jangan-jangan inilah hukum alam dan ketentuan Yang Maha Kuasa bahwa bila saya berbuat keburukan maka saya akan memperoleh keburukan. Dan keburukan yang saya terima adalah penyakit isteri saya ini karena saya pernah menyakiti ibu saya dengan mengambil uang yang ia miliki itu."

Setelah menarik nafas panjang saya tekan nomor telepon rumah dimana ibu saya ada di rumah menemani tiga buah hati saya. Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di rumah, maka saya bertanya kepada ibu saya "Bu, apakah ibu ingat ketika ibu kehilangan uang sebayak seratus
dua puluh lima rupiah beberapa puluh tahun yang lalu?"

"Sampai kapanpun ibu ingat Mil. Kualat yang ngambil duit itu Mil, duit itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang, kok ya tega- teganya ada yang ngambil," jawab ibu saya dari balik telepon. Mendengar jawaban itu saya menutup mata perlahan, butiran air mata mengalir di pipi.

Sambil terbata saya berkata, "Ibu, maafkan saya... yang ngambil uang itu saya, bu... saya minta maaf sama ibu. Saya minta maaaaf... saat nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu, saya jahat telah tega sama ibu." Suasana hening sejenak. Tidak berapa lama kemudian dari balik telepon saya dengar ibu saya berkata: "Ya Tuhan, pernyataanku aku cabut, yang ngambil uangku tidak kualat, aku maafkan dia. Ternyata yang ngambil adalah anak laki-lakiku. Jamil kamu nggak usah pikirin dan doakan saja isterimu agar cepat sembuh." Setelah memastikan bahwa ibu saya telah memaafkan saya, maka saya akhiri percakapan dengan memohon doa darinya.

Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter, setibanya di ruangan sambil mengulurkan tangan kepada saya sang dokter berkata "Selamat pak, penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas. Ibu telah kami obati dan panasnya telah turun, setelah ini kami akan operasi untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu." Bulu kuduk saya merinding mendengarnya, sambil menjabat erat tangan sang dokter saya berkata. "Terima kasih dokter, semoga Tuhan membalas semua kebaikan
dokter."

Saya meninggalkan ruangan dokter itu.... dengan berbisik pada diri sendiri "Ibu, I miss you so much."

Dikutip dari Jamil Azzaini, Senior Trainer dan penulis buku Kubik Leadership: Solusi Esensial Meraih Sukses dan Kemuliaan Hidup.

Redaksi mengucapkan terimakasih kepada Sdr Iwan Rachman yang telah mengirimkan inspirasi ini melalui e-mail (suaramerdeka).

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Anjing Kecil  

Seekor anak anjing yang kecil mungil sedang berjalan-jalan di ladang pemiliknya. Ketika dia mendekati kandang kuda, dia mendengar binatang besar itu memanggilnya. Kata kuda itu : “Kamu pasti masih baru di sini, cepat atau lambat kamu akan mengetahui kalau pemilik ladang ini mencintai saya lebih dari binatang lainnya, sebab saya bisa mengangkut banyak barang untuknya, saya kira binatang sekecil kamu tidak akan bernilai sama sekali baginya”, ujarnya dengan sinis.

Anjing kecil itu menundukkan kepalanya dan pergi, lalu dia mendengar seekor sapi di kandang sebelah berkata : “Saya adalah binatang yang paling terhormat di sini sebab nyonya di sini membuat keju dan mentega dari susu saya. Kamu tentu tidak berguna bagi keluarga di sini”, dengan nada mencemooh.

Teriak seekor domba : “Hai sapi, kedudukanmu tidak lebih tinggi dari saya, saya memberi mantel bulu kepada pemilik ladang ini. Saya memberi kehangatan kepada seluruh keluarga. Tapi omonganmu soal anjing kecil itu, kayanya kamu memang benar. Dia sama sekali tidak ada manfaatnya di sini.”

Satu demi satu binatang di situ ikut serta dalam percakapan itu, sambil menceritakan betapa tingginya kedudukan mereka di ladang itu. Ayam pun berkata bagaimana dia telah memberikan telur, kucing bangga bagaimana dia telah mengenyahkan tikus-tikus pengerat dari ladang itu. Semua binatang sepakat kalau si anjing kecil itu adalah mahluk tak berguna dan tidak sanggup memberikan kontribusi apapun kepada keluarga itu.

Terpukul oleh kecaman binatang-binatang lain, anjing kecil itu pergi ke tempat sepi dan mulai menangis menyesali nasibnya, sedih rasanya sudah yatim piatu, dianggap tak berguna, disingkirkan dari pergaulan lagi…..

Ada seekor anjing tua di situ mendengar tangisan tersebut, lalu menyimak keluh kesah si anjing kecil itu.

“Saya tidak dapat memberikan pelayanan kepada keluarga disini, sayalah hewan yang paling tidak berguna disini.”

Kata anjing tua itu : “Memang benar bahwa kamu terlalu kecil untuk menarik pedati, kamu tidak bisa memberikan telur, susu ataupun bulu, tetapi bodoh sekali jika kamu menangisi sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan. Kamu harus menggunakan kemampuan yang diberikan oleh Sang Pencipta untuk membawa kegembiraan. ”

Malam itu ketika pemilik ladang baru pulang dan tampak amat lelah karena perjalanan jauh di panas terik matahari, anjing kecil itu lari menghampirinya, menjilat kakinya dan melompat ke pelukannya. Sambil menjatuhkan diri ke tanah, pemilik ladang dan anjing kecil itu berguling-guling di rumput disertai tawa ria.

Akhirnya pemilik ladang itu memeluk dia erat-erat dan mengelus-elus kepalanya, serta berkata : “Meskipun saya pulang dalam keadaan letih, tapi rasanya semua jadi sirna, bila kau menyambutku semesra ini, kamu sungguh yang paling berharga di antara semua binatang di ladang ini, kecil kecil kamu telah mengerti artinya kasih……. ..”

Jangan sedih karena kamu tidak dapat melakukan sesuatu seperti orang lain karena memang tidak memiliki kemampuan untuk itu, tetapi apa yang kamu dapat lakukan, lakukanlah itu dengan sebaik-baiknya. …

Dan jangan sombong jika kamu merasa banyak melakukan beberapa hal pada orang lain, karena orang yang tinggi hati akan direndahkan dan orang yang rendah hati akan ditinggikan.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Izinkan Aku untuk Melamarmu  

Penulis : Nicco Elqassam
Sebelumnya kumohonkan maaf atas kelancanganku menulis rangkaian kata ini, tidak lain atas rasa maluku akan dirimu. Mudah-mudahan kelancangan ini bukanlah hal yang melanggar syar'i.
Aku ingin memastikan tidak ikhwan lain yang ingin atau sedang ber-ta'aruf atau bahkan telah meng-khitbah-mu. Setelah meyakinkan diri, kutuliskan kata-kata ini, agar hatiku tak lagi terpenjara oleh kebodohan rasa ini.

Aku ingin bertanya lewat sahabat-sahabatmu, tetapi aku terlalu malu, jika mereka akan berkata bahwa engkau telah atau akan segera ber-ta'aruf dengan ikhwan lain atau sedang tidak bercita untuk segera menikah. Jika aku bertanya lewat sahabatku, aku tak siap jika harus mendengar penolakanmu dari lidah mereka, kuingin mendengarnya langsung dari hatimu, dalam perkenanmu. Jika aku harus mengatakan langsung padamu dengan lidahku, kutak sanggup merangkai kata yang baik dan indah.

Tulisan ini tak lain atas niat suci yang terlalu besar hingga aku tak mampu jika harus memikulnya terlalu lama, sendiri. Berawal dari niat suci, hingga tak ingin  jika sampai dikotori oleh kesalahanku yang bodoh ini. Dan ingin kuakhiri dengan kesucian hati yang tak ternoda oleh rangkaian kata-kata usang ini.

Jika engkau berkenan, Insya Allah, Ya ukhti, aku ingin sekedar bisa menyampaikan niat tulusku untuk mengenalmu, mengenalmu, dan mengenalmu. Walau aku sungguh, jika melihat diri ini, merasa tak layak jika harus mengenalmu. Karena jika ikhwan yang baik memiliki 100 kriteria baik, aku hanya punya satu saja. Jika ikhwan yang baik punya 1000 kriteria baik, aku hanya punya satu saja. Insya Allah, aku hanya memiliki keinginan dan semangat untuk belajar. Karena untuk urusan ilmu, tiada kata cukup dan berpuas hati hingga ajal menjelang.

Namun, jika tiada perkenan darimu, kurela dan ikhlas, kurela dan ikhlas, kurela dan ikhlas, menerima sepenuh hati, Insya Allah.

Maaf tak terkira kusampaikan, atas kelancangan dan kebodohan yang tertulis dalam putihnya harapan ini. Rasulullah bersabda, "Diamnya seorang wanita adalah persetujuannya." Tetapi jika ada diammu atas tulisan ini, kuanggap sebagai tiadanya perkenanmu.
Maaf  Kusampaikan, Syukran, Jazakillah Khairan Katsira..

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Khusyuk dalam Shalat  

Seorang ahli ibadah bernama Isam Bin Yusuf, sangat warak dan khusyuk solatnya. Namun, dia selalu kuatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasainya kurang khusyuk. Pada suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Assam dan bertanya, "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan solat?".

Hatim berkata, "Apabila masuk waktu solat, aku berwudlu zahir dan batin."

Isam bertanya, "Bagaimana wudlu zahir dan batin itu?"

Hatim berkata, " wudlu zahir sebagaimana biasa yaitu membasuh semua anggota wudlu dengan air". Sementara wudlu batin ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :

1. Bertaubat
2. Menyesali dosa yang telah dilakukan
3. Tidak tergila-gilakan dunia
4. Tidak mencari/mengharap pujian orang (riya')
5. Tinggalkan sifat berbangga
6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
7. Meninggalkan sifat dengki."

Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap kiblat. Aku berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku rasakan aku sedang berhadapan dengan Allah, Syurga di sebelah kananku, Neraka di sebelah kiriku, Malaikat Maut berada di belakangku, dan aku bayangkan pula aku seolah-olah berdiri di atas titian 'Siratal mustaqim' dan menganggap bahawa solatku kali Ini adalah solat terakhir bagiku, kemudian aku berniat dan bertakbir dengan baik."

"Setiap bacaan dan doa dalam solat, ku faham maknanya, kemudian aku rukuk dan sujud dengan tawadhuk, aku bertasyahud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam dengan ikhlas. Beginilah aku bersolat selama 30 tahun". Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila dibanding-kan dengan Hatim.

Bagaimana dengan sholat kita ? apakah sudah khusyuk ?

Untuk manfaat kita bersama, silahkan sebarkan artikel ini ke sahabat-sahabat anda !

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Jangan Berhenti Belajar!  

Ada sebuah ungkapan yang berbunyi, "Learning is never ending adventures." Yang artinya, pembelajaran adalah proses petualangan yang tiada akhirnya. Dikaitkan dengan strategi perang Sun Tzu, apa makna ungkapan ini?

Maknanya adalah, sekalipun musuh tidak menyerang, kita jangan hanya menunggu atau berdiam diri saja. Walaupun musuh sedang melemah, kita tidak boleh kehilangan kewaspadaan atau berhenti memperkuat pertahanan diri kita. Jangan menunggu diserang musuh baru kemudian berbenah. Sebab terlambat berbenah berarti kalah!

Dalam bidang bisnis, kita pun harus terus menjaga diri dan terus meningkatkan kewaspadaan. Bagaimana caranya? Caranya adalah dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan kita melalui proses pembelajaran yang kontinyu. Berikutnya, selalu mengamati dan menganalisis perkembangan situasi pasar yang makin kompetitif.

Contoh; dalam perusahaan, kita bisa meningkatkan kemampuan para staf kita melalui pelatihan-pelatihan di bidangnya masing-masing. Baik itu pelatihan yang sifatnya mendongkrak professional skill mereka maupun pelatihan untuk manajemen dan pengembangan diri.

Yang lain, kita bisa mengembangkan sebuah budaya kerja yang terkoordinasi dengan baik, profesional, produktif, serta memiliki disiplin yang sangat tinggi. Dan tidak boleh ketinggalan, kita harus kembangkan visi dan misi perusahaan yang jauh ke depan. Pada tahap inilah, seorang pemimpin perusahaan sangat besar peranannya dalam menggerakkan perusahaan pada arah dan tujuan yang sama.

Melalui proses pembelajaran ini, biasanya kita bisa lebih dalam mengevaluasi dan memperbaiki diri. Mengetahui titik-titik kelemahan maupun kekuatan perusahaan kita. Kita akan tahu divisi mana yang kuat atau lemah SDM-nya dan bagaimana memperbaikinya. Kita bisa tahu apakah perusahaan telah terjadi pemborosan sumber daya dan bagaimana menambalnya. Kita bisa tahu apakah target-target perusahaan bisa diraih dengan cara yang efektif dan efesien, atau sebaliknya justru melenceng dari sasaran. Kita juga bisa tahu apakah budaya dan etos kerja di perusahaan itu sehat dan mendukung diperolehnya profit maksimal, atau justru sebaliknya tercipta budaya kerja yang boros dan tidak produktif.

Apa pun bisnis atau bidang gerak perusahaan kita, selalu akan atau sudah ada kompetitor. Walaupun saat ini kita sedang menikmati puncak keberhasilan tanpa saingan berarti, jangan pernah mengurangi kewaspadaan sedikit pun juga, jangan pernah berhenti belajar, dan jangan pernah berhenti memperbaiki diri. Hanya dengan cara demikian bisnis kita akan tetap eksis di tengah segala medan persaingan.

Demikian dari saya Andrie Wongso
Action & Wisdom Motivation Training
Success is My Right
Salam sukses luar biasa!!!
www.andriewongso.com

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Kisah Sukses Tiger Woods  

Namanya telah melegenda. Dikagumi oleh orang-orang, termasuk orang terkenal sekalipun. Tidak hanya memiliki skill bermain golf yang luar biasa, namun juga ditambahi dengan sikapnya yang berbudi. Anak-anak keturunan minoritas di AS mengidolakannya. "Ingin seperti Tiger," demikian impian masa depan mereka.

Eldrick "Tiger" Woods lahir di Long Beach, California, 30 Desember 1975. Darah yang mengalir di tubuhnya sudah campur sari. Ayahnya, Earl Woods, setengah kulit hitam namun juga keturunan kulit putih dan Indian. Ibunya, Kultida, ialah orang Thailand dengan setengah darah Thailand dan setengah darah Cina.

Nama Tiger Woods melambung tinggi berkat kehebatannya dalam bermain golf. Dia memecahkan banyak rekor, dari segi hasil pukulan, kemenangan, dan umur pencapaian. Namun yang lebih patut dicermati ialah sikap mentalnya yang luar biasa. Dia menjadi pemain hebat karena motivasi yang tinggi, "Aku ingin menjadi pegolf terbaik sepanjang masa."

Salah satu tantangan terberatnya di awal karir golfnya ialah menepis isu rasialisme. Golf tadinya ialah "milik" orang kulit putih semata. Untuk mengalahkan isu rasialisme ini Tiger terus menerus berlatih golf dengan disiplin tinggi sejak kecil. Ini terwujud berkat bimbingan ketat dan motivasi tinggi dari Bapaknya.

Earl memang terus berjuang agar Tiger menjadi pemain terbaik. Setiap usai pertandingan, ia memberi tahu mana yang benar dan yang salah. Tiger mendengarkan dan merekamnya, sehingga bisa belajar dari kesalahan. Seusai kemenangan Tiger yang bersejarah di US Junior Amateur Championship di kala Tiger berusia 15 tahun, Earl berkata, "Nak, kamu melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan para keturunan kulit hitam di AS. Untuk selamanya kamu akan menjadi sejarah."

Di tahun 1994, Tiger berhasil menjuarai US Amateur Golf Championship. Tidak pernah ada yang menjuarai turnamen golf tertua di AS itu pada usia 18 tahun. Tiger telah menumbangkan rekor pegolf legendaris Jack Nicklaus yang menjadi juara kejuaraan tersebut di usia ke-19. Sekaligus dia mencatatkan diri sebagai juara pertama yang datang dari keturunan Afrika Amerika.

Di usia ke-21, Tiger memutuskan terjun ke dunia golf profesional. Macan ini memang akhirnya menjadi peneror bagi lawan-lawannya. Kejuaraan demi kejuaraan dimenanginya. Sampai dengan tahun 2007 ini, Tiger telah memenangkan 12 kejuaraan golf kelas Grand Slam(The Masters tahun 1997, 2001, 2002 dan 2005, the PGA Championship tahun 1999, 2000 dan 2006, the British Open tahun 2000, 2005 dan 2006, dan the U.S. Open pada 2000 dan 2002). Itu di luar turnamen-turnamen golf lainnya selain kelas grand slam. Luar biasa.

Forbes.com mencatat bahwa dia telah memperoleh US$58 juta (sekitar Rp522 milyar) dari hasil prestasi golfnya. Melebihi US$12 juta dari kompetitor terdekatnya. Ini belum dari penghasilan iklan.

Tapi Tiger ialah seorang yang bermentalkan juara sejati. Sebagian uangnya didonasikannya ke dalam kegiatan sosial untuk yayasan yang menggunakan namanya. Dia tetap dikenal sebagai orang yang santun, mencintai orang tua dan istri, Elin Nordegren, yang dinikahinya pada tahun 2004. Publik Amerika pun mengenalnya sebagai anak sekolahan yang pintar. Terakhir dia kuliah di Stanford University. Tidak hanya publik Amerika, dunia pun menyenanginya, lebih-lebih kaum minoritas. Tiger memang pantas menjadi contoh.

Tiger Woods

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari Tiger Woods? Tak lain dari kedisiplinan, semangat dan motivasi tingginya. Kita memang tidak harus menjadi seperti dia. Karena kita punya pribadi dan kelebihan sendiri. Akan tetapi untuk bisa mengembangkan diri, kita dapat mencontoh kunci-kunci sukses yang telah dilakukan tokoh legendaris ini. Selamat mengaktualisasikan diri!

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Orang Cacatlah Obatnya  

ak Hasan, adalah jama'ah dari embarkasi Surabaya. Ia dan istrinya berangkat ke Mekkah kebetulan pada tahap gelombang ke dua. Artinya mereka datang dari Indonesia langsung ke Mekah terlebih dahulu, baru kemudian ke Madinah.

Kondisi pak Hasan ketika berangkat memang agak sakit. Batuk pilek setiap hari. Sampai dipakai berbicara saja tenggorokannya sudah terasa sakit. Batuk pilek yang semacam itu memang membuat badan begitu capek lunglai. Semua persendian terasa sakit. Sehingga menjadikan tubuh menjadi malas untuk diajak beraktivitas.

Beberapa kali pak Hasan diobati oleh dokter kloternya. Tetapi tetap saja sakitnya tidak bisa sembuh. Rasanya semua macam obat yang berhubungan dengan penyakitnya sudah ia minum. Tetapi tetap saja badan lunglai, kepala pusing bahkan batuknya tidak pernah berhenti. Badan dengan kondisi semacam itu, mengakibatkan pak Hasan sehari-harinya berdiam diri saja di hotel. Beberapa kali istrinya mengajaknya ke masjidil Haram, tetapi rupanya tubuh pak Hasan tidak bisa diajak kompromi, ia malas untuk pergi ke masjid.

"Aku belum bisa bu, dan belum kuat untuk pergi ke masjid. Ibu dulu aja-lah. Nanti setelah badanku sembuh aku akan ke masjid dan akan melakukan ibadah dengan sebaik-baiknya..." demikian kata pak Hasan kepada istrinya.

Karena sudah beberapa kali, jawaban pak Hasan selalu seperti itu, maka pada hari itu istri pak hasan memohon dengan agak setengah memaksa kepada pak Hasan agar siang itu mereka bisa bersama ke masjid untuk melakukan ibadah. Baik itu thawaf, maupun shalat-shalat wajibnya.
Maka dengan agak terpaksa, berangkat juga mereka ke masjid. Pak Hasan di sepanjang perjalanan menuju masjid tiada henti-hentinya batuk. Bahkan kakinya begitu capek dipakai untuk berjalan. Tetapi toh, akhirnya sampai juga mereka di masjidil Haram. Meskipun jarak dari maktab mereka menuju masjid cukup jauh.

Sesampai di masjid, mereka mencari tempat yang cukup nyaman. Pak Hasan dan istrinya melakukan thawaf sunah sebagai penghormatan masuk masjidil Haram, sebelum mereka melakukan ibadah lainnya.

Ketika pak Hasan dan istrinya melakukan thawaf inilah bagian dari cerita ini dimulai... Dengan terbata-bata, dan masih digandeng oleh istrinya pak Hasan mulai melakukan thawaf. Diayunkannya kaki kanannya untuk memulai thawaf.

"Bismillaahi allaahu akbar...!"Demikian kalimat pertama yang dilontarkan pak Hasan sebagai pertanda ia memulai thawafnya. Maka dengan hati-hati sekali, karena khawatir badannya bertambah lunglai, pak Hasan melangkahkan kakinya berjalan memutari Ka’bah. Pada saat pak Hasan beberapa langkah memulai thawafnya itu, tiba-tiba di sebelah kanannya, yang hampir berhimpitan dengan pak Masan, ada seorang bertubuh kecil yang juga bergerak melakukan thawaf, beriringan dengan pak Hasan. Entah apa yang menyebabkan pak Hasan tertarik dengan orang 'kecil' itu, sambil berjalan lambat pak Hasan memperhatikan orang itu lebih seksama . "Mengapa orang itu tubuhnya pendek, bahkan cenderung seperti anak kecil?" pikirnya.

Setelah beberapa lama pak Hasan memperhatikan orang tersebut, di tengah riuhnya para jamaah yang juga sedang melakukan thawaf itu, tiba-tiba pak Hasan menjerit lirih! " akh... !" katanya.

Begitu terkejutnya pak Hasan, sampai-sampai pak Hasan agak terhenti langkahnya. Anehnya, orang itu pun ikut berhenti sejenak, kemudian menoleh kepada pak Hasan sambil tersenyum. Ketika pak Hasan berjalan lagi, dia pun berjalan lagi, dan terus mengikuti di samping pak Hasan. Ketika pak Hasan mempercepat langkah kakinya, orang itu pun ikut mepercepat gerakannya, sehingga tetap mereka berjalan beriringan.

Muka pak Hasan kelihatan pucat pasi. Bibirnya agak gemetar menahan tangis. Ia betul-betul terpukul oleh perilaku orang tersebut. Seperti dengan sengaja, orang itu terus mengikuti gerakan pak Hasan dari samping kanan. Bahkan yang membuat pak Hasan mukanya pucat adalah orang tersebut selalu tersenyum, setelah menoleh ke arah pak Hasan. Siapakah orang tersebut ?

Ternyata dia adalah seorang yang berjalan dan bergerak thawaf mengelilingi ka'bah dengan hanya menggunakan kedua tangannya saja. Dia orang yang tidak memiliki kaki....! Kedua kakinya buntung sebatas paha. Sehingga ia berjalan hanya dengan menggunakan kedua tangannya.

Bulu kuduk pak Hasan merinding, jantungnya seolah berhenti berdegub. Keringat dingin membasahi seluruh pori-pori tubuhnya...

Pak Hasan merintih dalam hatinya :
"...ya Allaah ampuni aku ya Allaah..., ampuni aku..." Air mata pak Hasan tidak bisa dibendung lagi. Sambil tetap berjalan pak Hasan terus mohon ampun kepada Allah.

Tanpa terasa, pak Hasan sudah memutari ka'bah untuk yang ke dua kalinya. Dan pak Hasan pun masih terus menangis. Ingin rasanya ia berlari memutari ka'bah itu. Ingin rasanya ia menjerit keras-keras untuk melampiaskan emosinya....pak Hasan tidak tahu bahwa pada putaran yang ke dua itu ia sudah tidak bersama lagi dengan orang tanpa kaki tersebut. Tidak tahu ke manakah perginya orang cacat itu. Seorang yang selalu tersenyum meskipun tanpa kedua kaki.

Apa gerangan yang dipikirkan pak Hasan saat itu? Pak Hasan begitu malu pada dirinya sendiri! Apalagi kepada Allah Swt. Pak Hasan merasa bahwa memang sakit. Sakit flu, batuk, badan capek. Dan sudah beberapa hari berdiam diri saja di hotel tidak ke masjid untuk thawaf. Dengan alasan badan capek, tenggorokan sakit, bahkan obat dokter tidak ada yang bisa menyembuhkannya.

Sekarang, ditengah-tengah hiruk pikuknya para jama'ah yang sedang melakukan thawaf, ternyata ada seorang yang tidak punya kaki, yang kondisi tubuhnya sangat menyedihkan, tapi dengan mulut tersenyum ia melakukan thawaf...Akh! betapa terpukulnya harga diri pak Hasan. Ia punya kedua kaki, badannya tegap, pikirannya cerdas, datang jauh dari Indonesia, tetapi terserang penyakit ringan sejenis flu saja sudah tidak mau beribadah? Sementara orang itu.....

Sungguh pak Hasan tidak kuasa bicara lagi. Ingin rasanya ia menjerit mohon ampunan Allah Swt.... Atas kesalahan fatal, yang ia lakukan. Dan sejak saat itu, pak Hasan tiba-tiba dapat bergerak gesit. Ia berjalan penuh dengan semangat mengelilingi ka'bah pada putaran-putaran berikutnya. Dan secara tidak ia sadari badan pak Hasan menjadi kuat. Ia tidak batuk-batuk lagi, bahkan tenggorokannya terasa begitu ringan, ketika dipakai untuk berdo'a kepada Allah...!

Istri pak Hasan yang berjalan di samping pak Hasan, tidak mengetahui secara detail, apa yang terjadi dalam diri pak Hasan. Yang ia tahu tiba-tiba pak Hasan tidak batuk lagi, jalannya tidak lamban, bahkan cenderung gesit. Ah, rupanya pak Hasan sudah sembuh

Ia disembuhkan oleh Allah lewat 'peragaan' orang cacat, yang selalu tersenyum meskipun ia tidak punya kaki. Obat dokter tidak bisa menyembuhkan pak Hasan, justru thawaf seorang cacat-lah, yang menjadi obat mujarabnya..

Mengapa bisa demikian ?
Sebab begitu pak hasan menyadari akan kesalahannya, ia langsung mohon ampun sejadi-jadinya atas kekeliruan yang telah ia lakukan. Penyesalan yang tiada terhingga itulah rupanya obat yang sesungguhnya.

Bagaimana kita mensyukuri banyak nikmat-Nya Allah SWT dari sedikit kesulitan yang kita hadapi.... Bersyukurlah

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Jarang Diucapkan, Sering Dilakukan  

Jarang Diucapkan Sering Dilakukan Kalau diamati mungkin kata yang sangat jarang diucapkan tetapi paling sering dilakukan adalah mengeluh. Fenomenya yang menarik adalah orang hampir selalu mengeluh kepada orang yang tidak dapat melakukan apa-apa atas keluhan yang disampaikan alias mengeluh kepada orang yang salah. Di kantor, orang mengeluh mengenai fasilitas kerja yang kurang baik, pimpinan yang kurang bijaksana, staf yang malas, rekan sekerja yang "tukang jilat", pacar atau pasangan hidup yang cerewet, dan lain-lain.

Di rumah, orang mengeluh kepada saudara, orang tua, dan atau pasangan hidup mengenai perusahaan tempatnya bekerja yang pelit, pimpinan yang licik, rekan sekerja yang cari muka, dan lain-lain. Dari contoh ini, baik di rumah maupun di kantor orang mengeluh kepada orang yang betul-betul tidak tidak dapat melakukan apa-apa atas keluhan tersebut. Keluhan yang disampaikan kepada orang yang salah tidak akan menyelesaikan apa-apa atau mendapatkan apa-apa. Orang melakukan kebiasaan mengeluh karena mereka tahu persis bahwa ada sesuatu yang lebih baik. Orang yang tidak yakin bahwa ada sesuatu yang lebih baik yang bisa diperoleh misalnya fasilitas kerja yang lebih baik, pimpinan yang bijaksana, staf yang rajin, rekan kerja yang bersaing secara fair, pacar atau pasangan hidup yang lebih sayang, penghasilan yang lebih tinggi tidak akan bisa mengeluh. Saya ulangi, orang mengeluh karena mereka tahu persis bahwa ada sesuatu yang lebih baik. Mereka tidak hanya tahu bahwa ada sesuatu yang lebih baik tetapi juga tahu bahwa mereka lebih menyukainya.

Orang mengeluh karena mereka kecewa bahwa realitas yang terjadi tidak sesuai dengan harapan mereka. Sebenarnya tiada situasi tanpa tanpa harapan, yang ada hanyalah mereka yang bertumbuh tanpa harapan, demikian menurut Marshall Ferdinand Foch. Tetapi mengapa mereka hanya bisa mengeluhkan apa yang mereka tahu lebih baik, lebih menyukainya, dan mengharapkannya? Jawabannya sangat sederhana, karena mengeluh itu sangat mudah untuk dilakukan. Jauh lebih mudah dibandingkan menyampaikan langsung keluhan tersebut kepada orang yang benar-orang yang dikeluhkan atau orang yang dapat membantu memberikan solusi atas keluhan tersebut karena untuk melakukan yang satu ini dibutuhkan keberanian terutama keberanian untuk menghadapi resiko. Resiko dimarahi balik oleh orang yang mendapatkan keluhan atau resiko tidak mendapatkan simpati atas keluhan yang disampaikan atau bahkan tidak mendapatkan solusi yang diharapkan, resiko ditinggalkan pacar atau pasangan hidup, dan sebagainya.

Motivator No. 1 Indonesia, Andrie Wongso menegaskan dalam kata-kata mutiaranya, “Memang di dalam kehidupan ini tidak ada yang pasti. Tetapi kita harus berani memastikan apa-apa yang ingin kita raih.” Ya, keberanian mengambil resiko itu sangat penting karena tanpa keberanian mengambil resiko tidak akan membawa ke tujuan apa pun. Pernahkah Anda mengamati orang mengeluhkan hal-hal yang tidak bisa diperbaiki? Saya rasa tidak, orang hanya mengeluhkan hal-hal yang bisa mereka perbaiki. Orang yang mengeluh karena penghasilannya kecil sebenarnya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar dengan upayanya sendiri. Orang yang mengeluh perusahaan tempatnya bekerja pelit bisa bekerja di perusahaan lain yang menurutnya tidak pelit. Namun, orang tidak pernah mengeluh karena gunung meletus karena gunung yang meletus di luar kekuasaannya. Jadi, orang tidak akan mengeluhkan hal-hal di luar kekuasaanya. Kalaupun ada orang yang mengeluhkan hal-hal yang di luar kekuasaannya mungkin patut dipertanyakan untuk apa toh apa yang dikeluhkan di luar kekuasaannya.

Mengeluh kepada orang yang salah atau mengeluhkan sesuatu yang di luar kekuasaan adalah hal yang sia-sia. Mari kita simak cerita berikut yang saya kutip dari buku Reach Your Maximum Potential karya Paulus Winarto. Seorang yang senantiasa khawatir menelepon Norman Vincent Peale. “Segalanya kacau dan saya khawatir setengah mati!” katanya. Spontan Peale menjawab, “Mungkin saja, karena Anda khawatir setengah mati, seperti barusan Anda bilang. Anda terapkan pikiran-pikiran yang tidak rasional terhadap urusan-urusan Anda sehingga hasilnya memang buruk.” Pria itu melanjutkan keluhannya, “Segalanya sudah tersapu bersih. Habis sudah. Semuanya sudah habis. Tinggal kekhawatiran saja. Tidak ada apa-apa lagi.” Kali ini, Norman menanggapi dengan nada simpatik, “Saya turut menyesal bahwa istri Anda meninggalkan Anda.” Tentu saja si pria ini bereaksi keras, “Siapa bilang istri saya meninggalkan saya?” “Bagus deh, kalau begitu,” jawab Peale. “Begini. Cobalah hitung-hitung berapa banyak kehilangan Anda dan berapa banyak sisanya.

Mari kita bicarakan dulu apa yang masih tersisa, baru kita diskusikan apa yang hilang,” ajak Peale. “Tak akan ada yang bisa kita bicarakan kalau begitu,” sahut pria itu. “Ya, pertama-tama Anda ‘kan punya aset yang sangat layak. ‘Kan istri setia dan mengasihi Anda. Sayangnya, anak-anak Anda kecanduan narkoba dan dipenjara,” ujar Peale. “Anak-anak saya bukan pecandu narkoba, kok! Mereka anak-anak yang baik dan tidak pernah dipenjara!” sahut pria ini dengan nada serius. “Bagus, dong! Masukkan itu ke dalam daftar aset Anda. Memang berat sih kalau rumah Anda terbakar padahal asuransi Anda sudah kadaluarsa karena Anda tidak punya uang untuk membayar preminya, “ kata Peale. “Dari mana sih Anda dapat informasi yang semuanya keliru itu? Rumah saya tidak terbakar dan uang saya cukup kok untuk hidup,” jawab si pria ini.

Setelah itu, ia mulai memahami tidak ada gunanya mengeluh dan seharusnya ia bersyukur dengan apa yang ia miliki. Izinkan juga saya untuk mengajak Anda menyimak tulisan yang banyak beredar di mailing list atau pun yang dituliskan orang di blog mereka. Sebelum Anda mengeluh coba renungkan beberapa hal ini Sebelum Anda mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak dapat berbicara sama sekali. Sebelum Anda mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak punya apapun untuk dimakan. Sebelum Anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta dijalanan. Sebelum Anda mengeluh bahwa Anda buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada tingkat yang terburuk di dalam hidupnya. Sebelum Anda mengeluh tentang suami atau istri anda, pikirkan tentang seseorang yang memohon kepada Tuhan untuk diberikan teman hidup Sebelum Anda mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu cepat. Sebelum Anda mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin mempunyai anak tetapi dirinya mandul.

Sebelum Anda mengeluh tentang rumah Anda yang kotor karena pembantu Anda tidak mengerjakan tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan. Sebelum Anda mengeluh tentang jauhnya Anda telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang menempuh jarak yang sama dengan berjalan kaki Dan di saat Anda lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang pengangguran, orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan sepertimu. Sebelum Anda menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa dan sempurna Setelah Anda menyimak tulisan di atas, mungkin Anda semakin menyadari betapa bersyukurnya Anda dengan kondisi kehidupan yang Anda miliki saat ini. Bersyukurlah, jangan hanya memusat perhatian Anda pada apa yang tidak Anda miliki sementara dimiliki oleh orang lain.

Bersyukurlah Anda memiliki sepatu atau sandal yang dapat Anda kenakan saat ini, jangan hanya bisa mengeluh sepatu atau sandal Anda kurang bagus sampai Anda melihat orang yang tidak mempunyai kaki. Life is a miracle. Betapa tidak, masih diberikan kehidupan saja harus disyukuri karena setiap detik kehidupan adalah suatu mukjizat dari Yang Maha Kuasa. Bersyukurlah atas kehidupan Anda saat ini. Berhentilah mengeluh dan lepaskan diri Anda dari belenggu yang melilit Anda. Sadarilah bahwa mengeluh tidak akan menyelesaikan apa-apa bahkan hanya akan melukai diri Anda dan dengan mengeluh sebenarnya Anda sedang mempersiapkan diri Anda menjadi orang gagal. Dengan terlalu sibuk mengeluh seseorang secara tidak langsung menutup pengembangan potensi lain dirinya. Dan dengan terus mengeluh seseorang secara tidak sadar sedang menutup pintu persahabatan dengan siapa pun karena secara alamiah tidak seorang pun yang suka memupuk persahabatan dengan orang mengeluh melulu.

Dalam bukunya The Magic of Thinking Big, David J. Schwartz mengatakan, “One may get a little sympathy but one doesn’t get respect and loyalty by being a chronic complainer.” Dengan menjadi pengeluh kronis, orang tersebut mungkin mendapatkan sedikit simpati dari orang lain, tetapi ia tidak akan mendapatkan respek dan loyalitas. Bukanlah suatu hal yang salah jika Anda belum puas dengan apa yang Anda miliki saat ini tetapi ingatlah bahwa sangat tidak terpuji untuk selalu mengeluhkan apa yang belum bisa Anda miliki sementara Anda tahu bahwa apa yang belum Anda miliki tersebut bukanlah satu-satunya halangan untuk mendapatkan apa yang benar-benar ingin Anda miliki. Hanya Anda orang satu-satunya di dunia ini yang bertanggung jawab penuh 100 persen atas hidup Anda. Dalam bukunya The Success Principles, Jack Canfield menceritakan mengenai hal ini. Jack Canfield yang waktu itu bekerja untuk W. Clement Stone. W. Clement Stone adalah seorang multijutawan atas usahanya sendiri yang pada saat itu beraset $600 dan itu jauh sebelum berbagai jutawan dot-com bermunculan pada dekade `90-an. Stone juga merupakan guru kesuksesan nomor satu Amerika.

Ia penerbit Success Magazine, penulis The Success System That Never Fails, dan rekan penulis Success Through a Positive Mental Attitude bersama Napoleon Hill. Ketika saya sedang menyelesaikan masa orientasi minggu pertama saya, Mr. Stone bertanya apakah saya bertanggung jawab 100% atas kehidupan saya. “Saya rasa ya, jawab saya. ”Ini pertanyaan ya atau tidak, anak muda. Hanya ada dua pilihan.” ”Yah, sepertinya saya tidak yakin.” ”Apakah kamu pernah menyalahkan orang lain untuk kejadian apa pun dalam hidupmu? Apakah kamu pernah mengeluh tentang sesuatu?” ”Uh... ya... sepertinya pernah.” ”Jangan dikira-kira. Coba dipikir.” ”Ya, pernah.” ”Baiklah, kalau begitu. Itu berarti kamu tidak bertanggung jawab seratus persen atas kehidupan kamu.

Bertanggung seratus persen berarti kamu mengakui bahwa kamu menciptakan semua yang terjadi pada dirimu. Hal itu berarti kamu mengerti bahwa kamulah penyebab semua pengalamanmu. Jika kamu ingin benar-benar sukses, dan aku tahu kamu sangat ingin, maka kamu akan harus berhenti menyalahkan orang lain dan mengeluh, serta mengambil tanggung jawab penuh atas kehidupanmu-itu berarti semua hasil perbuatanmu, baik kesuksesan maupun kegagalanmu. Itulah syarat menciptakan kehidupan sukses. Hanya dengan mengakuinya-bahwa kamu yang menciptakan semuanya sampai sekarang-kamu bisa mengambil alih kendali untuk menciptakan masa depan yang kamu inginkan. "Begini, Jack, jika kamu menyadari bahwa kamu telah menciptakan kondisimu sekarang, kamu bisa membongkar dan menciptakannya kembali sesukamu. Kamu mengerti?" "Ya, Pak, saya mengerti." "Apakah kamu bersedia bertanggung jawab seratus persen atas hidupmu?" "Ya, Pak, saya bersedia!" Ada cukup banyak orang yang dengan kondisi yang lebih buruk daripada Anda namun berhasil mencapai apa yang mereka impikan. Kalau cukup banyak orang yang mempunyai batasan yang sama bahkan lebih buruk daripada Anda namun ternyata bisa sukses berarti Anda juga bisa sukses.

Bertanggungjawablah 100 persen atas kehidupan Anda untuk menciptakan apa yang Anda impikan. Bertanggung jawab 100 persen berarti Anda harus berhenti berdalih dan mengeluh. Ingatlah selalu bahwa Anda sendirilah orang yang bertanggung jawab penuh atas semua yang tidak dan terjadi kepada Anda. Ingatlah apa yang dikatakan oleh Winston Churchill bahwa harga sebuah kebesaran adalah tanggung jawab. Lakukanlah hal yang berbeda (berhentilah mengeluh dan bertanggung jawab 100 persen atas kehidupan Anda) untuk mendapatkan hasil yang berbeda (apa yang Anda impikan) karena jika Anda melakukan hal-hal yang sama, maka sudah pasti Anda akan mendapatkan hasil yang sama.

Berdoalah seperti yang pernah diungkapkan oleh Reinhold Niebuhr, ”Tuhan berikan saya kemampuan untuk mengubah sesuatu yang dapat saya ubah, dan kesediaan untuk menerima sesuatu yang tidak adapat saya ubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaan antara keduanya.” Salam sukses luar biasa.

Oleh : Elidjen
Student Affair Manager Universitas Bina Nusantara

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Surat Cinta Manusia Malam  

Penulis : Tary Aan Hasanah
KotaSantri.com : Surat Cinta dari manusia-manusia yang malamnya penuh cinta

Kami tujukan kepada :
Insan yang tersia-sia malamnya
Assalamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh

Wahai orang-orang yang terpejam matanya,
Perkenankanlah kami, manusia-manusia malam menuliskan sebuah surat cinta kepadamu. Seperti halnya cinta kami pada waktu malam-malam yang kami rajut di sepertiga terakhir. Atau seperti cinta kami pada keagungan dan rahasianya yang penuh pesona. Kami tahu dirimu bersusah payah lepas tengah hari berharap intan dan mutiara dunia. Namun kami tak perlu bersusah payah, sebab malam-malam kami berhiaskan intan dan mutiara dari surga.

Wahai orang-orang yang terlelap,
Sungguh nikmat malam-malammu. Gelapnya yang pekat membuat matamu tak mampu melihat energi cahaya yang tersembunyi di baliknya. Sunyi senyapnya membuat dirimu hanyut tak menghiraukan seruan cinta. Dinginnya yang merasuk semakin membuat dirimu terlena, menikmati tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja dibalik selimutmu yang demikian hangatnya. Aduhai kau sangat menikmatinya.

Wahai orang-orang yang terlena,
Ketahuilah, kami tidak seperti dirimu!! Yang setiap malam terpejam matanya, yang terlelap pulas tak terkira. Atau yang terlena oleh suasananya yang begitu menggoda. Kami tidak seperti dirimu!! Kami adalah para perindu kamar di surga. Tak pernahkah kau dengar Sang Insan Kamil, Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya di surga itu ada kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar. Disediakan untuk mereka yang memberi makan orang-orang yang memerlukannya, menyebarkan salam serta mendirikan shalat pada saat manusia terlelap dalam tidur malam." Sudahkah kau dengar tadi? Ya, sebuah kamar yang menakjubkan untuk kami dan orang-orang yang mendirikan shalat pada saat manusia-manusia yang lain tertutup mata dan hatinya.

Wahai orang-orang yang keluarganya hampa cinta,
Kau pasti pernah mendengar namaku disebut. Aku Abu Hurairah, Periwayat Hadist. Kerinduanku akan sepertiga malam adalah hal yang tak terperi. Penghujung malam adalah kenikmatanku terbesar. Tapi tahukah kau? Kenikmatan itu tidak serta merta kukecap sendiri. Kubagi malam-malamku yang penuh syahdu itu menjadi tiga. Satu untukku, satu untuk istriku tercinta dan satu lagi untuk pelayan yang aku kasihi. Jika salah satu dari kami selesai mendirikan shalat, maka kami bersegera membangunkan yang lain untuk menikmati bagiannya. Subhanallah, tak tergerakkah dirimu? Pedulikah kau pada keluargamu? Adakah kebaikan yang kau inginkan dari mereka? Sekedar untuk membangunkan orang-orang yang paling dekat denganmu, keluargamu?

Lain lagi dengan aku, Nuruddin Mahmud Zanki. Sejarah mencatatku sebagai Sang Penakluk kesombongan pasukan salib. Suatu kali seorang ulama tersohor Ibnu Katsir mengomentari diriku, katanya, "Nuruddin itu kecanduan shalat malam, banyak berpuasa dan berjihad dengan akidah yang benar." Kemenangan demi kemenangan aku raih bersama pasukanku. Bahkan pasukan musuh itu terlibat dalam sebuah perbincangan seru. Kata mereka, "Nuruddin Mahmud Zanki menang bukan karena pasukannya yang banyak. Tetapi lebih karena dia mempunyai rahasia bersama Tuhan." Aku tersenyum, mereka memang benar. Kemenangan yang kuraih adalah karena do'a dan shalat-shalat malamku yang penuh kekhusyu'an.

Tahukah kau dengan orang yang selalu setia mendampingiku? Dialah Istriku tercinta, Khatun binti Atabik. Dia adalah istri shalehah di mataku, terlebih di mata Allah. Malam-malam kami adalah malam penuh kemesraan dalam bingkai Tuhan. Gemerisik dedaunan dan desahan angin seakan menjadi pernak-pernik kami saat mendung di mata kami jatuh berderai dalam sujud kami yang panjang.

Kuceritakan padamu suatu hari ada kejadian yang membuat belahan jiwaku itu tampak murung. Kutanyakan padanya apa gerangan yang membuatnya resah. Ya Allah, ternyata dia tertidur, tidak bangun pada malam itu, sehingga kehilangan kesempatan untuk beribadah. Astaghfirullaah, aku menyesal telah membuat dia kecewa. Segera setelah peristiwa itu kubayar saja penyesalanku dengan mengangkat seorang pegawai khusus untuknya. Pegawai itu kuperintahkan untuk menabuh genderang agar kami terbangun di sepertiga malamnya.
Wahai orang-orang yang terbuai,

Kau pasti mengenalku dalam kisah pembebasan Al Aqsa, rumah Allah yang diberkati. Akulah pengukir tinta emas itu, seorang Panglima Perang, Shalahuddin Al-Ayyubi. Orang-orang yang hidup di zamanku mengenalku tak lebih dari seorang Panglima yang selalu menjaga shalat berjama'ah. Kesenanganku adalah mendengarkan bacaan Al-Qur'an yang indah dan syahdu. Malam-malamku adalah saat yang paling kutunggu. Saat-saat dimana aku bercengkerama dengan Tuhanku. Sedangkan siang hariku adalah perjuangan-perjuangan nyata, pengejawantahan cintaku pada-Nya.
Wahai orang-orang yang masih saja terlena,

Pernahkah kau mendengar kisah penaklukan Konstantinopel? Akulah orang dibalik penaklukan itu, Sultan Muhammad Al Fatih. Aku sangat lihai dalam memimpin bala tentaraku. Namun tahukah kau bahwa sehari sebelum penaklukan itu, aku telah memerintahkan kepada pasukanku untuk berpuasa pada siang harinya. Dan saat malam tiba, kami laksanakan shalat malam dan munajat penuh harap akan pertolongan-Nya. Jika Allah memberikan kematian kepada kami pada siang hari disaat kami berjuang, maka kesyahidan itulah harapan kami terbesar. Biarlah siang hari kami berada di ujung kematian, namun sebelum itu, di ujung malamnya Allah temukan kami berada dalam kehidupan. Kehidupan dengan menghidupi malam kami.

Wahai orang-orang yang gelap mata dan hatinya,
Pernahkah kau dengar kisah Penduduk Basrah yang kekeringan? Mereka sangat merindukan air yang keluar dari celah-celah awan. Sebab terik matahari terasa sangat menyengat, padang pasir pun semakin kering dan tandus. Suatu hari mereka sepakat untuk mengadakan Shalat Istisqa yang langsung dipimpin oleh seorang ulama di masa itu. Ada wajah-wajah besar yang turut serta di sana, Malik bin Dinar, Atha' As-Sulami, Tsabit Al-Bunani. Shalat dimulai, dua rakaat pun usai. Harapan terbesar mereka adalah hujan-hujan yang penuh berkah.

Namun waktu terus beranjak siang, matahari kian meninggi, tak ada tanda-tanda hujan akan turun. Mendung tak datang, langit membisu, tetap cerah dan biru. Dalam hati mereka bertanya-tanya, adakah dosa-dosa yang kami lakukan sehingga air hujan itu tertahan di langit? Padahal kami semua adalah orang-orang terbaik di negeri ini?

Shalat demi shalat Istisqa didirikan, namun hujan tak kunjung datang. Hingga suatu malam, Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani terjaga di sebuah masjid. Saat malam itulah, aku, Maimun, seorang pelayan, berwajah kuyu, berkulit hitam dan berpakaian usang, datang ke masjid itu. Langkahku menuju mihrab, kuniatkan untuk shalat Istisqa sendirian, dua orang terpandang itu mengamati gerak gerikku.

Setelah shalat, dengan penuh kekhusyu'an kutengadahkan tanganku ke langit, seraya berdo'a :
"Tuhanku, betapa banyak hamba-hamba-Mu yang berkali-kali datang kepada-Mu memohon sesuatu yang sebenarnya tidak mengurangi sedikit pun kekuasaan-Mu. Apakah ini karena apa yang ada pada-Mu sudah habis? Ataukah perbendaharaan kekuasaan-Mu telah hilang? Tuhanku, aku bersumpah atas nama-Mu dengan kecintaan-Mu kepadaku agar Engkau berkenan memberi kami hujan secepatnya."

Lalu apa gerangan yang terjadi? Angin langsung datang bergemuruh dengan cepat, mendung tebal di atas langit. Langit seakan runtuh mendengar do'a seorang pelayan ini. Do'aku dikabulkan oleh Tuhan, hujan turun dengan derasnya, membasahi bumi yang tandus yang sudah lama merindukannya.

Malik bin Dinar dan Tsabit Al Bunani pun terheran-heran dan kau pasti juga heran bukan? Aku, seorang budak miskin harta, yang hitam pekat, mungkin lebih pekat dari malam-malam yang kulalui. Hanya manusia biasa, tapi aku menjadi sangat luar biasa karena do'aku yang makbul dan malam-malam yang kupenuhi dengan tangisan dan taqarrub pada-Nya.
Wahai orang-orang yang masih saja terpejam,

Penghujung malam adalah detik-detik termahal bagiku, Imam Nawawi. Suatu hari muridku menanyakan kepadaku, bagaimana aku bisa menciptakan berbagai karya yang banyak? Kapan aku beristirahat, bagaimana aku mengatur tidurku? Lalu kujelaskan padanya, "Jika aku mengantuk, maka aku hentikan shalatku dan aku bersandar pada buku-bukuku sejenak. Selang beberapa waktu jika telah segar kembali, aku lanjutkan ibadahku."

Aku tahu kau pasti berpikir bahwa hal ini sangat sulit dijangkau oleh akal sehatmu. Tapi lihatlah, aku telah melakukannya, dan sekarang kau bisa menikmati karya-karyaku.
Wahai orang-orang yang tergoda,

Begitu kuatkah syetan mengikat tengkuk lehermu saat kau tertidur pulas? Ya, sangat kuat, tiga ikatan di tengkuk lehermu! Dia lalu menepuk setiap ikatan itu sambil berkata, "Hai manusia, engkau masih punya malam panjang, karena itu tidurlah!."

Hei, sadarlah, sadarlah, jangan kau dengarkan dia, itu tipu muslihatnya! Syetan itu berbohong kepadamu. Maka bangunlah, bangkitlah, kerahkan kekuatanmu untuk menangkal godaannya. Sebutlah nama Allah, maka akan lepas ikatan yang pertama. Kemudian, berwudhulah, maka akan lepas ikatan yang kedua. Dan yang terakhir, shalatlah, shalat seperti kami, maka akan lepaslah semua ikatan-ikatan itu.

Wahai orang-orang yang masih terlelap,
Masihkah kau menikmati malam-malammu dengan kepulasan? Masihkah? Adakah tergerak hatimu untuk bangkit, bersegera, mendekat kepada-Nya, bercengkerama dengan-Nya, memohon keampunan-Nya, meski hanya 2 rakaat? Tidakkah kau tahu, bahwa Allah turun ke langit bumi pada 1/3 malam yang pertama telah berlalu. Tidakkah kau tahu, bahwa Dia berkata, "Akulah Raja, Akulah Raja, siapa yang memohon kepada-Ku akan Kukabulkan, siapa yang meminta kepada-Ku akan Kuberi, dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan Ku ampuni. Dia terus berkata demikian, hingga fajar merekah."

Wahai orang-orang yang terbujuk rayu dunia,
Bagi kami, manusia-manusia malam, dunia ini sungguh tak ada artinya. Malamlah yang memberi kami kehidupan sesungguhnya. Sebab malam bagi kami adalah malam-malam yang penuh cinta, sarat makna. Masihkah kau terlelap? Apakah kau menginginkan kehidupan sesungguhnya? Maka ikutilah jejak kami, manusia-manusia malam. Kelak kau akan temukan cahaya di sana, di waktu sepertiga malam. Namun jika kau masih ingin terlelap, menikmati tidurmu di atas pembaringan yang empuk, bermesraan dengan bantal dan gulingmu, bergeliat manja di balik selimutmu yang demikian hangatnya, maka surat cinta kami ini sungguh tak berarti apa-apa bagimu.

Semoga Allah mempertemukan kita di sana, di surga-Nya, mendapati dirimu dan diri kami dalam kamar-kamar yang sisi luarnya terlihat dari dalam dan sisi dalamnya terlihat dari luar. Semoga...
Wassalamu'alaykum warahmatullaahi wabarakaatuh,

Manusia-Manusia Malam
Semoga kisah orang-orang besar itu menjadi penyemangat kita untuk mengikuti jejak mereka.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Hiddink Way  

Beberapa saat setelah Korsel memastikan lolos ke babak kedua Piala Dunia 2002, Samsung Electronics — satu dari sekian raksasa bisnis Korsel — mengadakan penelitian terhadap kepemimpinan dan manajemen Guus Hiddink. Kesimpulannya, Hiddink tidak sekadar mengajarkan
bermain sepak bola, tetapi merombak etika Konfusian yang mengungkung pemain.

Dalam wawancara dengan Joon Ang Ilbo, satu dari tiga koran berbahasa Inggris di Korsel, Hiddink mengatakan orang Korea memiliki semua persyaratan fisik sebagai pemain sepak bola profesional. Namun, katanya, mereka tidak memiliki kemampuan berkreasi dan memiliki visi bermain yang jelas.

“Di tingkat Asia, Korsel adalah top-dog. Tapi di level internasional, Korsel tidak memiliki apa-apa,” kata Hiddink. “Saya harus mengubah semua itu. Mengeluarkan Korsel dari lingkup Asia dan naik kelas ke tingkat dunia.”

Namun, Hiddink menemui kesulitan ketika harus mengaplikasikan teori sepak bola Barat yang dimilikinya. Ia mengetahui persoalan utamanya terletak pada budaya dan etika Konfusianisme — terutama soal aturan senioritas — yang menghambat komunikasi antarpemain. “Ketika saya datang ke ruang makan pemain, saya melihat ada tiga meja makan,” kata Hiddink. “Setiap meja diperuntukkan bagi kelompok pemain menurut urutan senioritas. Uniknya, selama makan tidak ada komunikasi antarsatu dan lain kelompok.” Saat itu juga Hiddink mengetahui persoalan sebenarnya sepak bola Korsel. Ia meminta pengurus Federasi Sepak Bola Korea untuk mengubah meja makan pemain. Hiddink tidak menginginkan ada pengelompokan pemain sesuai usia dan lamanya bermain di tim nasional, dan menginginkan semuanya berbaur.

Sebagai gantinya, Hiddink menginginkan satu meja makan panjang untuk semua pemain. Tidak ada kursi senioritas, atau bagian-bagian tertentu untuk mereka yang dianggap lebih berpengalaman. Pemain junior dan senior saling berhadapan pada saat makan pada jarak sangat dekat. Namun, itu pun tidak menyelesaikan masalah. Sampai sekian hari setelah ganti meja, tidak ada komunikasi antara pemain junior dan senior. Pemain junior lebih suka bercengkerama dengan sesamanya.
Begitu pula dengan pemain senior.

“Saya mencari cara lain,” kata Hiddink. “Saya panggil para pemain senior, dan saya minta mereka memberikan laporan tertulis mengenai apa yang mereka bicarakan dengan pemain junior. Hong Myung-bo, misalnya,saya beri tugas mencatat keinginan juniornya.”

Hiddink berhasil. Sejak saat itu pemain senior tidak lagi manusia setengah dewa yang sulit dikritik. Mereka mendatangi pemain junior dan mengajaknya berkomunikasi, di dalam atau di luar tempat latihan. Hiddink telah membangun komunikasi. Inilah yang mengubah penampilan Korsel di lapangan.

“Tidak ada lagi saling diam ketika terjadi kesalahan,” kata Hiddink. “Pemain senior bukan lagi manusia kebal kritik, tetapi masing-masing memiliki status yang sama.”

Korean Herald menulis Hiddink pula yang memperkenalkan sistem persaingan di antara pemain. Sistem mensyarakatkan pemain memenuhi target masing-masing, khususnya dalam kondisi fisik. Jika gagal risikonya adalah dicoret dari daftar pemain.

Sistem kompetisi berlaku untuk semua. Hiddink tidak peduli dengan reputasi Hong Myung-bo yang dikagumi banyak pemain, atau Cha Do-ri yang putra legendaris Korea, Cha Bum-keun.

Sistem ini membawa korban banyak pemain senior. Sejumlah nama terpaksa dicoret Hiddink dari daftar. Reaksi publik Korsel sungguh luar bisa. Koran-koran berbahasa Korea mengkritik habis cara Hiddink melatih. Ia dianggap memperkenalkan cara lama Belanda dalam berlatih sepak bola.

Terlebih, sampai sekian bulan setelah kedatangannya ia tidak melakukan pembaruan teknik dan mengajarkan Ahn Jung-hwan dan kawan-kawannya bagaimana memainkan strategi baru. Hiddink dianggap terlalu mementingkan kekuatan fisik, padahal ia tahu selama ini Korsel dikritik media asing sebagai running soccer robots.

Hiddink tidak peduli dengan semua kritik itu. Ia mengatakan, “Setelah semua masalah fisik terselesaikan, pemain akan bisa menguasai semua teknik bermain manapun.” Ia melanjutkan, “Yang terpenting bagi sebuah tim adalah bagaimana membangun teamwork. Ini perlu komunikasi yang lancar antarpemain. ”

Hiddink Way, begitu orang Korea menyebutnya, berjalan sesuai rencana. Namun, sampai beberapa bulan sebelum piala dunia, Korsel hanya beberapa kali tampil mengesankan di depan publiknya. Saat menghadapi Prancis, misalnya, publik Korsel mulai bisa melihat kemampuan pemain Korsel mencetak gol ke gawang tim Eropa. Sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Tanpa diketahui banyak media massa, Hiddink saat itu telah memberikan sentuhan think and play kepada pemain-pemainnya. Ia mengajarkan bagaimana mengambil keputusan di saat tertekan, dan mengatasi tekanan lawan. Ia mengubah Korsel menjadi sebuah tim yang bukan lagi berkarakter Asia, tapi fotokopi tim-tim Eropa.

Ia mengajarkan kepada semua pemain bagaimana memainkan perubahan karakter bermain di lapangan, saat menyerang atau ketika diserang. Inilah yang terlihat di semua pertandingan Korsel.

Sampai usai pertandingan Korsel-Portugal, tidak ada lagi keraguan akan Hiddink Way. Yang terjadi adalah berjangkitnya Hiddink Syndrome di semua lapisan masyarakat Korea. Samsung bukan satu-satunya perusahaan yang merasa perlu mengadopsi pendekatan Hiddink, tapi sejumlah manajer perusahaan multinasional Korea mulai mengubah pendekatan Konfusianisme yang telah mengakar begitu kuat.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Aim High, Aim Right  

DON Shula pelatih Miami Dolphin, klub football Amerika pernah diminta komentarnya bagaimana ia menyiapkan setiap pertandingan. Don mengatakan bahwa dalam setiap pertandingan, setiap pemain diingatkan bahwa tujuan akhir pertandingan adalah kemenangan. Sang wartawan lanjut bertanya,” tapi pasti team Anda juga pernah kalah?” Don menjawab,” benar, tetapi tujuan team kami adalah selalu menang.” Di dalam olahraga panahan, Anda harus mengarahkan bidikan Anda pada titik tengah bulatan yang terkecil. Bukan berarti Anda selalu akan mengenai titik tersebut, namun jika melesetpun, bidikan Anda akan mengenai sasaran tidak jauh dari lingkaran yang paling tengah. Vera Zvonareva, pemain tenis Rusia yang terkenal, dalam sebuah wawancara setelah mengalahkan Venus Williams mengatakan bahwa salah satu kunci kemenangannya adalah visualisasi goal yang dia lakukan setiap kali dia terjun ke lapangan dengan mem-visualisasikan kemenangan atas lawannya. Visualisasi ini membantu Vera mempunyai sikap positif untuk setiap kemenangan. Stephen Covey dalam bukunya The 7 habits for highly effective people mengingatkan kita untuk memulai sesuatu setelah melihat hasil akhirnya di dalam pikiran kita. Sebuah kejadian terjadi duakali, pertama di dalam pikiran kita dan kedua ketika kita merealisasikannya dengan tindakan yang konkrit.

Zig Ziglar pernah mengisahkan pemanah Alabama yang bernama Howard Hill. Howard mampu memanah dalam jarak 30 m dan dapat mengenai titik paling tengah dari sebuah target, namun itu belum cukup, dengan anak panah kedua, Hill mampu membelah anak panah pertama yang tertancap di titik paling tengah dari target. Ziglar menantang pendengarnya bahwa dia dapat mengajar mereka untuk mengalahkan Howard Hill dengan latihan yang singkat, tetapi dengan catatan Howard Hill mesti terlebih dahulu ditutup matanya dan lebih dari itu Hill akan diputar berkali-kali sampai tidak mampu melihat bahkan mengingat di mana target yang harus dituju. Anda pasti berkata,” yang benar saja, bagaimana seseorang dapat mengenai targetnya jika dia tidak dapat melihat?” Tepat sekali pertanyaan Anda, tetapi pertanyaan yang lebih dalam bagi kita semua yaitu bagaimana kita dapat mengenai suatu sasaran yang selama ini tidak kita punyai?

Goals adalah peta penjelajahan menuju kesuksesan Anda, tanpa peta tersebut Anda akan berputar-putar dalam lingkaran yang tidak dapat membawa Anda ke tempat yang Anda inginkan. Kita semua dapat belajar dari perjalanan bangsa Jepang setelah bom atom menghantam kota Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Hilangnya sebagian besar angkatan muda dan tidak tersedianya sumber daya alam, membuat bangsa Jepang harus berjuang keras untuk dapat bangkit. Namun bangsa Jepang tidak patah arang, mereka melakukan goal-setting untuk menjadi negara penghasil tekstil terbesar di dunia sebelum tahun 1960. Sungguh aneh untuk sebuah bangsa yang telah hancur baik secara financial maupun mental mampu mencapai tujuan mereka. Akankah mereka puas? Tidak. Mereka kemudian menentukan suatu goal yang lebih sulit lagi, yaitu dalam satu dekade berikutnya, Jepang ingin menjadi negara penghasil baja terbesar di dunia. Suatu tujuan yang mustahil karena Jepang tidak mempunyai bijih besi untuk memproduksikan baja. Namun mereka tidak kekurangan akal, dengan mengimpor bahan baku baja dari Eropa Timur, dan kemudian mengolahnya menjadi baja yang ringan dan sekali lagi membuktikan bahwa visi mereka tercapai. Puas?? Belum. Pada awal tahun 1970, Jepang ingin merebut pasar automobile dunia untuk menjadi negara penghasil mobil terbesar di dunia. Namun kali ini meleset, karena mereka baru mampu meraihnya pada tahun 1981. Sukses demi sukses tidak menyurutkan keinginan mereka untuk menjadi lebih baik lagi. Pada awal tahun 1980, Jepang sekali lagi membuat target ingin menjadi negara pembuat elektronik terbesar di dunia dan mimpi itupun menjadi kenyataan. Jepang tidak pernah berfokus pada kelemahan dan kekurangan mereka, namun mereka fokus terhadap kekuatan.

Buatlah target yang menantang agar Anda bisa terus meraih tingkat-tingkat kesuksesan yang lebih tinggi. Janganlah melihat kelemahan Anda, tetapi fokuskanlah diri Anda pada apa yang Anda punyai. Anda harus mampu melihat diri Anda sebagai seseorang yang dilahirkan untuk menjadi pemenang dan kejarlah mimpi Anda. Live your life with passion!

Darmadi Dharmawangsa(http://fighttiger.net)

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Delapan Kado Indah  

Delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang
yang Anda sayangi.

KEHADIRAN
Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya.
Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat, telepon, foto atau faks.
Namun dengan berada di sampingnya, Anda dan dia dapat berbagi perasaan,
perhatian dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Jadikan kehadiran
Anda sebagai pembawa kebahagiaan.

MENDENGAR
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini. Sebab, kebanyakan orang lebih suka
didengarkan, ketimbang mendengarkan. Dengan mencurahkan perhatian pada segala
ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan
kerendahan hati. Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan
betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya.
Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya,
ini memudahkan Anda memberikan tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus
berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar
manis baginya.

DIAM
Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk
menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya, Diam
juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya "ruang".
Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur,
mengkritik bahkan mengomel.

KEBEBASAN
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau
mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang
jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan
cinta. Makna kebebasan bukanlah "Kau bebas berbuat semaumu". Lebih dalam dari
itu, memberi kebebasan adalah memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung
jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

KEINDAHAN
Siapa yang tak bahagia, jika orang yang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng
atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan sebuah kado yang indah.
Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan
suasana di rumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan
yang tertata indah, misalnya.

TANGGAPAN POSITIF
Tanpa sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap
atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari
dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan
positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam
seminggu terakhir anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang
dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal
itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf) adalah kado indah
yang sering terlupakan.

KESEDIAAN MENGALAH
Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi
pertengkaran yang hebat. Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap
memberikan kado "kesediaan mengalah". Kesediaan untuk mengalah juga
dapatmelunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadari bahwa tidak ada manusia
yang sempurna di dunia ini.

SENYUMAN
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang
diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi
semangat dalam keputusasaan, pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa
yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia
sekeliiling kita. Kapan terakhir kali anda menghadiahkan senyuman manis pada
orang yang dikasihi?

(submitted by Shanty Pramita @bdg.centrin.net.id)

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Dokter 5 Ribuan  

“Satu Menit Tiga Detik....!!!”

Tanya saja pada orang-orang di kota Ponorogo, sebuah kota kecil di selatan Madiun, dari kaum menengah ke bawah hingga jajaran top Pemerintah Daerah tentang sosok ini. Dokter Sunarno namanya, bisa dibilang mulai dari tukang becak, tukang ojek, pegawai negeri, pedagang sayur, guru bantu, hingga mahasiswa pun akan tahu dengan sosok satu ini. Dokter lima ribuan, begitulah ia lebih sering dikenal.

Konon dokter yang lumayan agamis ini dikenal karena tangan dinginnya dalam menangani pasien-pasiennya.

“Yen mboten mriki, mboten sumerap bu, ten mriki kulo sampun cocok*”, (Kalau nggak kesini nggak cocok bu, kalau disini saya sudah cocok)ujar salah seorang ibu tua kepada ibu saya.

Bahkan karena rumahnya bersebelahan dengan pemakaman umum, sering ia jadi bahan candaan ibu-ibu, “Itu dokter apa dukun ya, kok manjur banget.”

Namun bukan itu intinya, beliau menerapkan tarif flat alias tetap, semua sama 5000 perak. Dengan uang hanya segitu, apalagi di masa ekonomi masih belum benar-benar pulih, membuat Dr. Narno betul-betul menjadi jujugan orang kecil yang sedang sakit. Kalaupun ada biaya tambahan, itu biasanya hanya bagi mereka yang pengin suntik. “sekedar ongkos ganti jarum suntiknya” begitu kata mereka.

Dengan hanya berbekal lima ribu, mereka sudah mendapat obat satu pak kecil, entah obat apa, karena konon obat-obat tersebut sudah disiapkan sebelum pak Dokter menerima pasiennya. Begitu pasien datang, mereka ditanya sakitnya apa, lalu tinggal dikasih obatnya, ataupun kalau tambah suntik, ya tinggal tambah ongkos jarum suntuik. Meski terkesan aneh karena seperti tak ubahnya toko obat, namun akhirnya bisa dimaklumi memang karena yang datang umumnya orang-orang kecil dengan penyakit khas orang kecil, pusing, diare, batuk, pilek, demam, dan semacamnya. Namun yang lebih aneh lagi, hanya dengan obat-obatan yang terkesan “asal” begitu, hampir semua pasiennya sembuh, dan itulah kenapa mereka sering kembali lagi apabila kelak mereka sakit. “Pengaruh sugesti”, demikian pikir saya.

“Saya sudah cocok berobat di sini, kalau nggak kesini biasanya nggak sembuh-sembuh bu, kalo kesini, satu dua hari lah kok ya sembuh..!!” tutur seorang remaja putri menambahkan.

Pada mulanya saya kurang percaya pada cerita ibu saya. Kebetulan ibu saya sudah pernah berobat sekitar 4 tahun sebelumnya. Sebagai mahasiswa apalagi masih mahasiswa baru, apalagi masih dalam kondisi kritis-kritisnya dong, atau lebih tepatnya sok kritis, atau sok mahasiswa lah, harus dbuktikan, pikirku

Akhirnya mau tidak mau saya pun harus membuktikan sendiri kebenaran cerita tersebut.

Bermula dari diri saya yang jatuh sakit sewaktu pulang kampung. Saat itu masih bulan puasa, sekitar H minus 4, saya pulang. Entah kenapa di rumah saya langsung jatuh sakit, sering buang air besar, dan itu pun dalam bentuk cair, istilahnya diare. Hingga dalam sehari, terkadang saya bisa sekitar 4 hingga 5 kali, padahal sebelum pulang saya sehat wal afiat.

“Tu karena tahu mau pulang, di Malang nggak ada yang ngurusin kalo sakit, jadi sakitnya ditahan sampai Ponorogo, he..he..he.. “ seloroh kakak saya.  “Nggak, itu mungkin gara-gara kamu yang mudik malam-malam, pasti karena masuk angin saat perjalanan.”, ibu saya coba membela.

Entah apapun alasannya yang jelas akhirnya saya pun dibawa ke dokter Ani, dokter langganan keluarga kami. Namun bukan dokter Narno ini, karena kebetulan saat itu belum terpikir untuk membawa ke sana. Oleh dokter Ani, saya didakwa terkena diare, sehingga oleh dokter dianjurkan untuk tidak melanjutkan puasa hingga dirasa sembuh. Disayangkan memang, padahal sudah hampir lebaran, namun mau dikata apa lagi, saat itu badan sudah benar-benar lemas.

Sekitar dua hari kemudian, obat dari dokter Ani sudah habis, namun badan ternyata belum sembuh benar, meskipun sudah agak mendingan. Pagi itu kami kembali lagi ke dokter Ani, sekedar minta obat lagi, Namun apa dikata, di depan pagar, terpampang kertas besar seukuran A3 bertulis, “Tutup, libur lebaran, buka lagi tanggal 11 Nopember”. Rencana minta obat lagi akhirnya tidak jadi. Padahal
siang itu, kami sekeluarga harus pergi ke Surabaya, mudik ke tempat nenek dan sanak saudara yang lain.

Namun untungnya, saat tiba di rumah, ibu segera ingat, “Oh iya, ke dokter Narno saja, waah kenapa nggak dari kemarin-kemarin ke dokter narno.., ayo ke sana..!!”.

Akhirnya, jadilah, pagi itu masih sekitar jam setengah enam, kami berangkat lagi ketempat praktek dokter Narno. “Ayo jangan siang-siang, ntar keburu ramai loh, moga-moga aja dokternya nggak mudik”. Dan benar saja, jam di HP masih belum menunjukkan pukul 6 namun suasana sudah ramai.

“Wah, kok sudah ramai begini mi, ntar bisa-bisa lama nih..??”, tanyaku pada ibu saat turun dari kendaraan.

“Ah tenang saja, dokter ini, kalo menangani cepat kok, nggak sampai lima menit dah selesai. Dah deh, kamu ntar pasti kaget saking cepetnya.”, Jawab ibuku yang makin membuat saya semakin penasaran

Dari perawakan, dan penampilan mereka yang datang, memang kelihatan kalau pada umumnya mereka bisa dibilang bukan dari golongan orang yang mampu. Barangkali hanya kami berdua dan seorang ibu-ibu yang berpakaian rapi di ruang tunggu. Meskipun sudah ramai, namun dokter masih belum buka juga. “Masih nyiapkan obat”, begitu kata pak tua berpeci hitam di antrian pertama.

Ruang tunggu pasien itu terkesan sederhana, sekitar 4x4 meter. Tidak ada televisi ataupun galon air minum seperti sebelum-sebelumnya saya ke dokter praktek, apalagi suster atau petugas yang mendata pasien. Hanya kursi yang berjajar melingkari ruang tersebut. Di tengah-tengahnya ada sebuah meja dengan beberapa brosur iklan dan info-info dari produk obat tertentu diatasnya. Di dinding dan jendelanya, tertempel stiker Pilkada. Ya, dokter ini juga pernah dicalonkan menjadi wakil Bupati dalam Pilkada terakhir di kota kami, namun akhirnya hanya berhasil memperoleh urutan ke 4. Kalah dengan calon yang sudah berpengalaman sebagai “Mantan lurah”, begitu kata orang-orang.

“Kalau dulu waktu mama kesini, waktu kakakmu masih SMA, disini masih lima ribuan, nggak tahu kalau sekarang sudah naik, paling sekitar 10 ribu.”, ujar ibu saya di ruang tunggu.

“Ya mi, apalagi kan BBM juga dah beberapa kali naik, obat-obatan pun juga naik tentu”, ujarku.

Sambil menunggu, ibu saya ngobrol dengan seorang pasien di sebelahnya. Sementara saya sendiri, namun karena malas bicara, apalagi masih ada sekitar 12 orang yang antri, “Lama..”, pikirku, kubaca buku yang kubawa dari rumah. Tak sampai 15 menit, pintu sudah terbuka. Rambutnya yang sudah mulai kelihatan memutih menunjukan sosok yang sudah berumur.

Bapak berpeci hitam yang tadi kemudian masuk, “Nah, ini nih, lihat saja, nggak sampai lima menit dia pasti sudah keluar”, kata ibu saya. Saya tidak terlalu memperhatikan karena kurang begitu percaya. Ah masak sih secepat itu.

“Nah tuh kan..”, kata ibu saya. Saya langsung tertegun karena tak sampai semenit, orang tadi sudah keluar dengan sebungkus obat di tangannya. Kontan saya heran, baru pertama kali ini, saya melihat orang berobat ke dokter sedemikian cepatnya.

Dasar sok mau tahu, saya pun coba-coba menghitung, berapa lama sih waktu seorang pasien di dalam ruangan. Saat pasien ketiga masuk, Tit, saya jalankan stopwatch di HP saya. Tit, saya hentikan stop watch saat pasien tadi sudah keluar. Saya jadi tercengang melihat angka fantastis di layar HP, Satu Menit Tiga Detik...!!!!. Pasien-pasien selanjutnya semakin membuatku takjub. Hanya dua orang yang agak lama di dalam, karena pasien tersebut minta disuntik.

“Wah kalau begini nggak sampai lama bisa selesai nih..”, ujarku pada ibu. Dan benar saja, tak sampai lima belas menit kami pun sudah masuk di dalam. Di ruang praktek dokter satu ini, tangan-tangannya cekatan, Beliau memasang tensimeter, namun hanya dipompanya sebentar, saya yakin ia memang tidak mengukur tekanan darah saya. Beliau lalu memijit lenganku, sambil bertanya, “Sakitnya apa ini..??”.

“Sepertinya diare dok, kemarin sudah ke dokter lain, tapi belum sembuh. Kalau disuntik gimana dok..??”, jawab ibu saya. Mendengar kata-kata suntik, membuatku dag..dig..dug juga.

“Badannya lemes, nggak baik kalau disuntik, ini obat saja.”, Jawab dokter kontan membuat saya lega. Meski laki-laki, namun terkadang keder juga sih kalau membahas masalah satu ini.

Setelah meneyelesaikan pembayaran dan obat, kami pun keluar. Tak sampai lima menit memang, dan di luar ruang praktek, saya hampir tertawa juga. Ada juga ya, dokter seperti itu. Diagnosanya sangat simpel, bahkan menurut saya itu bukan sebuah diagnosa. Apalagi kejadian tentang tensimeter tersebut, barangkali hanya sekedar psikologis bagi pasien bahwa dia memang benar-benar diperiksa. Apalagi psikologinya orang desa, kalau nggak begitu, belum ke dokter katanya. Ada-ada saja.

Dokter sunarno, bagi kota kami, barangkali lebih dari sekedar dokter. Benar dugaan ibu saya, biayanya sekarang naik jadi 10.000, namun tetap saja, biaya tersebut sudah tergolong murah, disaat banyak dokter umum lain, mematok tarif mahal, Dokter praktek satu ini tetap dengan pendiriannya. Tarif inilah yang membuat dokter ini tetap laris dan disukai rakyat kecil, namun juga ini pula barangkali yang membuatnya terkadang diprotes rekan-rekan seprofesinya.

Namun tak hanya itu, ditambah tangan dinginnya, yang konon katanya maksimal 2 hari biasanya sudah sembuh. Entah benar tidaknya, namun obat dari Pak Dokter ini belum sempat saya minum, namun saya memang benar-benar sudah sembuh. Terakhir kali saya minum hanya sekali sekitar keesokan harinya di tempat nenek, di surabaya. Saya jadi heran dan bertanya-tanya, ini apa gara-gara habisdari pak Narno, ataukah dari obat Dokter Ani sebelumnya...?? wallahu ‘alam yang jelas saya sembuh.

Tak banyak memang dokter yang seperti beliau. Ketika di satu sisi, dokter seolah menjadi label yang “waah”, hanya orang-orang berada saja yang mampu ke sana, Dokter Narno telah mengabdikan dirinya sebagai Dokter Spesialis Rakyat Kecil. Membuatnya disukai dan dicintai banyak kalangan, menjadi jujugan rakyat kecil yang sakit. Andaikan saja semua dokter seperti beliau, barangkali Eko Prasetyo tak perlu menulis buku “Orang Miskin Dilarang Sakit”. Ummat bisa lebih sehat, termasuk juga kita berpikir sehat pula. Bahwa uang bukanlah segalanya, Namun kebahagiaan lah karena bisa berbagi pada sesama.

Jika orang berpikir mungkinkah sosok seperti Dokter Sunarno ini bisa kaya dengan lima ribu per pasien, maka jawabnya adalah Ya. Beliau sudah naik haji, beliau punya rumah yang meski sederhana namun bagus, beliau juga punya mobil kijang meski tahun 90-an, terparkir di garasinya. Namun saya rasa bukan itu alasannya, andaikan ia ingin lebih dari itu, saya rasa beliau pun mampu. Namun tentulah seberapa besar uang tersebut, ia tidak akan mampu mengganikan kebahagiaan batin
untuk membantu mereka yang terpinggirkan. Kebahagiaan menghadapi rakyat kecil, untuk membuat mereka mampu tersenyum puas dari sakitnya. Barangkali bukan karena besarnya uang tersebut, namun karena berkah dari rizkinya.

Wallahu’alam, Dalam hati saya berharap, semoga Allah memanjangkan umurnya, meridloi pekerjaannya, memberkahi rezekinya. Dan semoga saja, akan banyak lagi muncul dokter-dokter lain seperti beliau.

Dokter Sunarno, tarifnya sudah naik menjadi Rp.10.000, namun entah kenapa kami masih tetap lebih suka menyebutnya sebagai Dokter lima ribuan....

Toni Tegar Sahidi, 08175404373

Ponorogo, Penghujung akhir tahun 2005
-Ketika diare itu muncul lagi-

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Berani Hidup  

Berani Hidup

Stop worrying, start living. ~Anonymous

One isn't necessarily born with courage, but one is born with potential.
Without courage, we cannot practice any other virtue with consistency.
We can't be kind, true, merciful, generous, or honest.
~Maya Angelou

Be a warrior, not a worrier.
~Jennie S. Bev

Banyak lagu di Indonesia yang bertemakan kesedihan dan kenestapaan. Betapa kasihannya diriku karena aku orang miskin dan tidak punya. Ayah juga tidak punya, Ibunda juga tiada. Istri juga belum punya, apalagi anak. Rumah juga hanya terbuat dari bilik saja dan bepergian ke mana-mana naik bis kota yang sumpek dan berbau keringat. Seringkali dihina pula. Ah, betapa aku orang yang sungguh perlu dikasihani. Aku segan hidup, tapi belum mau mati.

Apa yang tersirat di dalam lirik seperti itu? Kurangnya keberanian untuk hidup. Kurangnya rasa syukur yang dalam akan makna hidup yang sebenarnya. Sudah diberi hidup untuk hari ini, masih juga mempermasalahkan kemiskinan dan tidak punya ini dan itu. Padahal, cukup dengan modal "hidup" saja, masalah kemiskinan dan tidak punya pasangan hidup bisa dicari sendiri pemecahannya. Pendapat seperti ini banyak membuat hati saya tidak enak, karena seakan-akan tidak bersyukur sama sekali akan harta tidak ternilai, yaitu kehidupan yang diberikan kepada kita karena kita begitu istimewa di mataNya.

Kekhawatiran luar biasa membebani setiap langkah yang diambil di dalam hidup. Ini sangat tidak baik. Kegalauan hati juga memberi warna kelabu, apalagi ketidakberanian untuk mengubah diri. Dengan mempercayai bahwa diri kita lemah dan tidak berdaya, maka alam bawah sadar kita sungguh percaya bahwa kita itu lemah dan tidak berdaya. Jadilah di dalam benak hanya ada satu yang dicari-cari: rasa belas kasihan bagi diri kita, yang datang baik dari luar maupun dari dalam diri.

Mungkin Anda sekarang berpikir, "Ah, Ibu Jennie ini bisa saja, karena dia toh tidak pernah merasakan naik bis kota. Dia kan ke mana-mana naik mobil mewah dan makan di hotel berbintang lima." Eit, nanti dulu. Ketika saya kuliah di Depok, saya memang mempunyai pilihan untuk diantar jemput oleh sopir pribadi maupun naik bis kota karena orang tua mampu membiayai, walaupun mungkin dengan sangat pas-pasan. Yang mana pilihan saya, menurut Anda? Naik bis kota setiap hari. Aneh bukan?

Waktu itu belum ada bis Patas ber-AC, sehingga mau tidak mau saya naik bis dari Sarinah ke Pancoran, terus dari Pancoran ke Pasar Minggu, dan dari Pasar Minggu baru ada mobil unyil ke Depok. Turun di Margonda yang masih belum sepenuhnya beraspal saat itu, saya jalan kaki di tanah yang kadang-kadang becek di kala musim hujan dan selalu berlumpur tanah merah sepanjang tahun. Repot sekali karena berarti celana jins dan sepatu kets saya mesti dicuci begitu tiba di rumah, kalau tidak ya tanah merahnya akan menempel permanen nodanya.

Selama perjalanan di dalam bis, tidak jarang saya mengalami hal-hal yang memalukan dan diolok-olok karena tinggi tubuh saya yang 172 sentimeter, sangat jangkung untuk ukuran Indonesia. Belum lagi wajah saya yang sangat "amoy" itu. Hal-hal rasis dan olok-olok yang tidak-tidak karena fisik saya sudah menjadi makanan sehari-hari. Paling tidak pasti ada sinar mata penuh rasa ingin tahu yang saya terima setiap hari dari sesama para penumpang. Untunglah karena saya langganan setiap hari, para supir dan kenek bis sudah kenal dengan si "amoy jangkung" ini. Hal-hal begini sudah membuat saya "kebal" juga akhirnya.

Saat itu pernah terbesit di benak saya, betapa sesungguhnya saya sangat berbeda dari orang kebanyakan. Jika dituliskan lagi mendayu-dayu ala dangdut maupun pop sendu Indonesia, mungkin ada lirik begini, "Betapa malangnya nasibku, ayah tidak punya, ibunda hidup susah kerja sendirian. Belum lagi tampangku Cina dan tinggiku seringkali mentok di dalam Metro Mini. Aku hidup susah, semua orang melihatku aneh dan berbeda dari orang lain." Lucu dan "kasihan banget" bukan?

Eh, anehnya, tidak pernah satu kalipun saya merasa demikian. Malah kalau terdengar lagu-lagu mendayu, hati ini rasanya geli sekali. Tidak jarang saya tertawa terbahak-bahak mendengar hal-hal yang "mengasihani diri sendiri." Mengapa? Karena di dalam benak saya, setiap hari haruslah menjadi hari yang lebih baik daripada kemarin. Dan ini tidak bisa di dapat dengan memanjakan diri bahwa "aku ini orang yang perlu dikasihani."

Seperti billionaire philanthropist terkenal James Stowers pendiri American Century Investments pernah berkata, "If you don't think tomorrow is going to be better than today, why get up? You've got to believe each new day is going to be better, and you have to be determined to make it so. If you are determined, then certainlyl... the best is yet to be." Jika Anda tidak yakin bahwa hari esok akan lebih baik, mengapa bangun pagi? Anda harus percaya bahwa setiap hari baru akan menjadi lebih baik dari kemarin dan Anda mesti usahakan untuk menjadikannya demikian. Keyakinan Anda akan menjadikannya yang terbaik, jauh lebih baik.

Beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia memberikan label "desa miskin" untuk desa-desa yang mempunyai income level di bawah garis kemiskinan. Saya sendiri kalau diizinkan untuk berkomentar sedikit, tapi mudah-mudahan tidak dianggap asbun ya. Bukankah sebaiknya ditulis "desa yang sedang membangun dengan semangat besar menuju masa depan yang lebih cerah lagi." Untuk singkatnya, ya "desa membangun" saja. Bagaimana efeknya ketika dibaca? Memberi semangat keberanian untuk maju, bukan? Mudah-mudahan saja label "desa miskin" seperti ini sudah ditiadakan saat ini. Saya doakan. Namun siapalah saya ini memberi masukan seperti ini.

Nah, keberanian untuk hidup berarti juga tidak mengasihani diri sendiri sama sekali. Berani hidup berarti berani menanggung kesulitan hidup karena mempunyai kepercayaan diri yang besar bahwa semuanya pasti bisa diatasi. Setiap hari adalah hari baru yang pasti lebih baik daripada hari kemarin. Kalau begitu, apa lagi yang perlu dikhawatirkan? Mari kita mentertawai kekhawatiran dan ketakutan.

Jennie S. Bev
Penulis, pengusaha, dan edukator asal Indonesia yang sukses di Amerika Serikat.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Maksimalkan Potensi  

Kekaguman saya terhadap 13 Bab Strategi Perang Sun Tzu serasa tak ada habisnya. Dan salah satu pelajaran berharga yang bisa kita tarik dari strategi hebat itu adalah aplikasinya bagi personal development kita. Dari pola strategic thinking yang dikembangkan Sun Tzu, kita bisa mengaplikasikannya dalam empat tahap pengembangan diri, yaitu: pertama, mengenali diri sendiri. Kedua, memposisikan diri. Ketiga, mendobrak diri. Dan keempat, aktualisasi diri.

Mengenal diri sendiri adalah dasar dari tindakan-tindakan untuk mencapai sebuah cita-cita besar. Dalam 13 Bab Strategi Perang Sun Tzu dinyatakan, "Mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri sekaligus mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, maka 100 kali berperang 100 kali menang." Sementara, "Mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri tetapi tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan, maka 100 kali berperang, 50 kali menang 50 kali kalah." Sebaliknya, "Tidak tahu kekuatan dan kelemahan diri sendiri maupun kekuatan dan kelemahan lawan, maka 100 kali berperang 100 kali pasti kalah."

Dibanding ciptaan Tuhan yang lainnya, boleh dikata manusia adalah ciptaan yang paling sempurna. Kesempurnaan di sini dapat dilihat dari kelengkapan sisi-sisi manusia itu sendiri, yaitu ada kebaikan ada pula keburukan. Ada kekuatan ada pula kelemahan. Manusia sebagai makhluk berpotensi yang selalu bertumbuh menuju aktualisasi dirinya, harus mengenali kedua sisi tersebut sebaik-baiknya.

Contoh: setelah menganalisis diri dengan saksama, kita dapati bahwa kita memiliki kekuatan personal seperti kreatifitas, ketajaman analisis, penerimaan terhadap hal-hal baru, semangat belajar yang tinggi, serta cita-cita atau tujuan-tujuan pribadi yang mulia. Tetapi pada saat yang sama, kita merasa memiliki kelemahan seperti kurang disiplin, tidak fokus, kurang konsisten, tidak berani mencoba, atau tidak berani ambil risiko.

Pada kasus ini, kita lihat betapa kekuatan berupa potensi-potensi diri yang istimewa menjadi sulit berkembang, karena kelemahan-kelemahan yang tidak bisa dikendalikan atau dikelola dengan baik.

Titik krusialnya di sini adalah, memaksimalkan potensi atau kekuatan dan sekaligus meminimalkan pengaruh kelemahan kita. Caranya: pertama berkomitmen untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan tersebut.

Kedua, melakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menghentikan pengaruhnya setiap kali kelemahan diri tersebut muncul.

Ketiga, menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baru yang mendorong mencuatnya potensi kita, dan pada saat bersamaan membenamkan kelemahan-kelemahan kita.

Dan ketiga hal ini harus dimulai sekarang juga! Action is power! Tindakan adalah kekuatan!

Demikian dari saya
Andrie Wongso
Action & Wisdom Motivation Training
Success is My Right
Salam Sukses Luar Biasa!
www.andriewongso.com.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button