3 Hari dalam Hidup  

Dalam hidup ini hanya ada 3 hari, yaitu

Yang pertama;

Hari kemarin. (PAST)

Anda tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Anda tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Anda tak mungkin lagi menghapus kesalahan;
dan mengulangi kegembiraan yang anda rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja...

Yang kedua:

Hari esok. (FUTURE)

Hingga mentari esok hari terbit,
Anda tak tahu apa yang akan terjadi.
Anda tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Anda tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja...

Yang tersisa kini hanyalah :

Hari ini. (PRESENT)

Pintu masa lalu telah tertutup;
Pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri anda untuk hari ini.
Anda dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini
bila anda mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan
ketakutan akan esok hari.
Hiduplah hari ini. Karena, masa lalu dan masa depan
hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini; hari ini yang abadi.

Perlakukan setiap orang dengan kebaikan hati dan
rasa hormat, meski mereka berlaku buruk pada anda.
Cintailah seseorang sepenuh hati hari ini,
karena mungkin besok cerita sudah berganti.
Ingatlah bahwa anda menunjukkan penghargaan pada
orang lain bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapakah diri anda
sendiri

Jadi teman, jangan biarkan masa lalu mengekangmu atau masa
depan membuatmu bingung, lakukan yang terbaik
HARI INI dan lakukan SEKARANG juga!!!!!!

The day will come when you will review your life
and be thankful for every minute of it.
Every hurt, every sorrow, every joy, every
celebration, every moment of your life will be a
treasure. This is why today is called a PRESENT

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Kekuatan Prasangka Negatif  

Lisensi Artikel:

Artikel ini bebas dikutip, dengan menyertakan link sumber, namun apabila terpaksa menjiplak/copy paste, wajib meminta izin terlebih dahulu dari penulis artikel ini

Assalamualaikum Wr. Wb.,

Pernahkah terpikirkan bahwa sebenarnya prasangka itu sangat mempengaruhi tindakan seseorang? Atau bahkan mungkin perilakunya bisa berubah? Baik prasangka positif maupun negatif, semuanya bisa memberikan efek kepada diri kita. Namun di sini akan dibahas mengenai prasangkan negatif terlebih dahulu.

Seorang teman, yang biasa berprasangka negatif, seringkali menjadi cepat pusing dan stress dalam menjalankan hidup dan dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana tidak? Ketika seseorang ingin menjadi sahabatnya, dia berkata, "Orang ini pasti pengen harta kekayaan gue." Ketika seseorang datang terlambat memenuhi janjinya, walaupun cuma 1 menit, dia berkata, "Dasar pemalas, kalau misalnya ga niat janjian ya ga usah janjian!", ketika seseorang datang berpenampilan sederhana, dia berkata, "Ini pastilah orang bodoh dan miskin". Ketika dia dipanggil ke ruang guru, dia berkata, "Salah apa gue? Padahal gue kan ga pernah ngelanggar tata tertib sekolah ini?". Ketika orang lain rajin beribadah kepada Tuhannya, dia berkata,"Cari muka nih orang, biar dipuji kali yee...".Ketika ada orang yang nilai ujiannya lebih bagus dari dia, dia berkata,"Yah, tu orang pasti nyontek!". Ketika orang lain agak sedikit berbeda perlakuan terhadap dirinya, dia berkata,"Salah apa gue? Duh, orang ini marah ke gue ya?"

Apakah perasaan yang dihasilkan dari prasangka negatif? Bukankah hanya perasaan waswas, takut, tidak nyaman, bahkan cenderung bisa jadi membenci dan menilai orang lain dengan salah?!? Segunung kebaikan dan keindahan yang terpampang di depan mata, menjadi tidak terlihat dikarenakan sebuah prasangka negatif. Seribu peluang untuk mencapai kesuksesan, bisa terlihat menjadi seribu jurang kegagalan dikarenakan prasangka negatif. Jadi pertanyaannya, maukah kita menjadi orang seperti ini, ataukah justru kita adalah orang yang seperti ini?

Wassalamualikum Wr Wb.,

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Jangan Menjadi Orang Bodoh  

Lisensi Artikel:

Artikel ini bebas dikutip, dengan menyertakan link sumber, namun apabila terpaksa menjiplak/copy paste, wajib meminta izin terlebih dahulu dari penulis artikel ini

Assalamualaikum Wr Wb.,

Parameter orang bodoh itu banyak, betul? Tapi tidak setiap yang dikatakan dan dinilai bodoh itu benar-benar bodoh. Di sini saya akan memberikan sebuah parameter orang bodoh, perhatikan kata-kata ini

"Setiap orang bodoh hanya bisa mengkritik, menyalahkan, mengeluh, dan merasa dirinyalah yang paling benar dengan banyak beralasan untuk mempertahankan kebenarannya, yang padahal dia sendiri tahu bahwa itu salah, dan  kebanyakan dari orang bersikap demikian."

Sahabat, tidak ada larangan bagi kita untuk mengkritik atau memberikan sebuah saran. Namun permasalahannya terkadang, banyak orang yang terlalu berlebihan dalam mengkritik, menyalahkan, atau mengeluh atas kejadian yang menimpanya.

Orang bodoh pertama, adalah dia yang mengkritik bukan karena ingin membangun, namun ingin menghancurkan dan memojokkan. Walaupun terpampang sejuta kebaikan di hadapannya, namun yang dicari dan terlihat di matanya adalah sebuah noda hitam yang jelek.

Orang bodoh kedua, setiap melakukan kesalahan dan apapun itu yang tidak diharapkan, dia selalu mencari orang untuk disalahkan. Dia tidak pernah berkaca pada dirinya sendiri. Ia tidak pernah bertanya kepada dirinya, "Apakah yang saya lakukan sehingga semua bisa seperti ini?"

Orang bodoh ketiga, setiap hari pekerjaannya hanyalah mengeluh saja.  Ia tidak dapat merasakan nikmatnya hidup. Setiap hal dalam hidup ini, dia hanya memikirkan dan terpaku pada masalah. Jarang sekali terpikirkan solusi dalam kepalanya, keindahan dunia pun dipandang sebagai suatu masalah. Karena biasanya hanya memikirkan masalah dan mengeluh, maka orang seperti ini sering berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau memberikan aku hidup yang seperti ini?"

Orang bodoh keempat, adalah orang yang sudah tahu bahwa perbuatannya itu salah, namun dia masih berargumen bahwa perbuatannya itu benar. Contoh yang paling kecil, tanyalah kepada orang yang suka merokok. Sudah tahu bahwa manfaatnya sedikit sekali. Organ tubuh pasti rusak, pengeluaran jadi boros, mengganggu orang lain yang menghirup asapnya, tetapi kenapa ya orang tersebut merokok?

Sahabat, dalam hidup ini memang banyak sekali kriteria-kriteria orang bodoh, namun dari keempat tipe yang sudah saya sebutkan di atas, apakah masih ada sifat orang bodoh yang melekat pada diri kita? Cobalah untuk tidak menjadi orang bodoh dan jadilah insan yang cerdas.  

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Surat Cinta Seorang Ikhwan  

Lisensi Artikel:

Artikel ini bebas dikutip, dengan menyertakan link sumber, namun apabila terpaksa menjiplak/copy paste, wajib meminta izin terlebih dahulu dari penulis artikel ini

Berikut ini adalah sebuah surat cinta dari seorang ikhwan, yang ditujukan kepada seorang akhwat. Surat cinta ini, bukanlah sekedar surat cinta biasa, namun juga surat yang sarat dengan nilai islami. Surat ini menyiratkan perasaan seseorang yang sudah memendam perasaan terhadap seorang akhwat selama 2 tahun. Ini adalah perkataan awal dari si penulis surat.

"Sebenarnya surat ini ingin kukirimkan kepadamu wahai engkau yang mampu melumpuhkan hatiku. Surat ini ingin kuselipkan dalam satu kehidupanmu, namun aku hanya lelaki yang tak memiliki keberanian dalam mengungkapkan semua percikan-percikan rasa yang terjadi dalam hatiku. Aku hanya dia yang engkau anggap tidak lebih, aku hanya merasa seperti itu."

Assalamu’alaikum wahai engkau yang melumpuhkan hatiku

Tak terasa dua tahun aku memendam rasa itu, rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa harus mengorbankan perasaan aku atau dirimu. Seperti yang engkau tahu, aku selalu berusaha menjauh darimu, aku selalu berusaha tidak acuh padamu. Saat di depanmu, aku ingin tetap berlaku dengan normal walau perlu usaha untuk mencapainya.

Takukah engkau wahai yang mampu melumpuhkan hatiku? Entah mengapa aku dengan mudah berkata “cinta” kepada mereka yang tak kucintai namun kepadamu, lisan ini seolah terkunci. Dan aku merasa beruntung untuk tidak pernah berkata bahwa aku mencintaimu, walau aku teramat sakit saat mengetahui bahwa aku bukanlah mereka yang engkau cintai walaupun itu hanya sebagian dari prasangkaku. Jika boleh aku beralasan, mungkin aku cuma takut engkau akan menjadi “illah” bagiku, karena itu aku mencoba untuk mengurung rasa itu jauh ke dalam, mendorong lagi, dan lagi hingga yang terjadi adalah tolakan-tolakan dan lonjakan yang membuatku semakin tidak mengerti.

Sakit hatiku memang saat prasangkaku berbicara bahwa engkau mencintai dia dan tak ada aku dalam kamus cintamu, sakit memang, sakit terasa dan begitu amat perih. Namun 1000 kali rasa itu lebih baik saat aku mengerti bahwa senyummu adalah sesuatu yang berarti bagiku. Ketentramanmu adalah buah cinta yang amat teramat mendekap hatiku, dan aku mengerti bahwa aku harus mengalah.

Wahai engkau yang melumpuhkan hatiku, andai aku boleh berdoa kepada Tuhan, mungkin aku ingin meminta agar Dia membalikkan sang waktu agar aku mampu mengedit saat-saat pertemuan itu hingga tak ada tatapan pertama itu yang membuat hati ini terus mengingatmu. Jarang aku memandang wanita, namun satu pandangan saja mampu meluluhkan bahkan melumpuhkan hati ini. Andai aku buta, tentu itu lebih baik daripada harus kembali lumpuh seperti ini.

Banyak lembaran buku yang telah kutelusuri, banyak teman yang telah kumintai pendapat. Sebahagian mendorongku untuk mengakhiri segala prasangku tentangmu tentang dia karena sebahagian prasangka adalah suatu kesalahan,mereka memintaku untuk membuka tabir lisan ini juga untuk menutup semua rasa prasangmu terhadapku. Namun di titik yang lain ada dorongan yang begitu kuat untuk tetap menahan rasa yang terlalu awal yang telah tertancap dihati ini dan membukanya saat waktu yang indah yang telah ditentukan itu (andai itu bukan suatu mimpi).

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin aku bukanlah pejantan tangguh yang siap untuk segera menikah denganmu. Masih banyak sisi lain hidup ini yang harus ku kelola dan kutata kembali. Juga kamu wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kamu yang dengan halus menolak diriku menurut prasangkaku dengan alasan belum saatnya memikirkan itu. Sungguh aku tidak ingin menanggung beban ini yang akan berujung ke sebuah kefatalan kelak jika hati ini tak mampu kutata, juga aku tidak ingin berpacaran denganmu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mungkin saat ini hatiku milikmu, namun tak akan kuberikan setitik pun saat-saat ini karena aku telah bertekad dalam diriku bahwa saat-saat indahku hanya akan kuberikan kepada bidadari-ku nanti. Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tolong bantu aku untuk meraih bidadari-ku bila dia bukanlah dirimu.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, tahukah kamu betapa saat-saat inilah yang paling kutakutkan dalam diriku, jika saja Dia tidak menganugerahi aku dengan setitik rasa malu, tentu aku telah meminangmu bukan sebagai istriku namun sebagai kekasihku. Andai rasa malu itu tidak pernah ada, tentu aku tidak berusaha menjauhimu. Kadang aku bingung, apakah penjauhan ini merupakan jalan yang terbaik yang berarti harus mengorbankan ukhuwah diantara kita atau harus mengorbankan iman dan maluku hanya demi hal yang tampak sepele yang demikian itu.

Aku yang tidak mengerti diriku…

Ingin ku meminta kepadamu, sudikah engkau menungguku hingga aku siap dengan tegak meminangmu dan kau pun siap dengan pinanganku?! Namun wahai yang telah melumpuhkan hatiku, kadang aku berpikir semua pasti berlalu dan aku merasa saat-saat ini pun akan segera berlalu, tetapi ada ketakutan dalam diriku bila aku melupakanmu... aku takut tak akan pernah lagi menemukan dirimu dalam diri mereka-mereka yang lain.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, ijinkan aku menutup surat ini dan biarkan waktu berbicara tentang takdir antara kita. Mungkin nanti saat dimana mungkin kau telah menimang cucu-mu dan aku juga demikian, mungkin kita akan saling tersenyum bersama mengingat kisah kita yang tragis ini. Atau mungkin saat kita ditakdirkan untuk merajut jalan menuju keindahan sebahagian dari iman, kita akan tersenyum bersama betapa akhirnya kita berbuka setelah menahan perih rindu yang begitu mengguncang.

Wahai engkau yang telah melumpuhkan hatiku, mintalah kepada Tuhan-mu, Tuhan-ku, dan Tuhan semua manusia akhir yang terbaik terhadap kisah kita. Memintalah kepada-Nya agar iman yang tipis ini mampu bertahan, memintalah kepada-Nya agar tetap menetapkan malu ini pada tempatnya.

Wahai engkau yang sekarang kucintai, semoga hal yang terjadi ini bukanlah sebuah DOSA.

Wassalam

http://dudung.net

 

 

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Berbagai Macam Kesibukan  

Lisensi Artikel:

Artikel ini bebas dikutip, dengan menyertakan link sumber, namun apabila terpaksa menjiplak/copy paste, wajib meminta izin terlebih dahulu dari penulis artikel ini

Coba kita klasifikasikan kesibukan manusia, kita tahu bahwa banyak manusia yang menyatakan dirinya sibuk. Kita coba mengklasifikasikan berbagai jenis kesibukan itu.

  • Sibuk Beribadah: Sudah jelas, ini adalah kesibukan setiap orang yang beragama, bukan? Shalat, dzikir, menafkahkan harta di jalan yang haq karena Allah SWT
  • Sibuk Menuntut Ilmu: Banyak sekali contohnya, pelajar dan mahasiswa, misalnya.  Banyak sekali waktu mereka digunakan untuk menuntut ilmu, atau bahkan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka
  • Sibuk Berbisnis/Mencari Nafkah: Ini tidak bisa dipungkiri, manusia pasti sibuk melakukan hal untuk bisa mendapatkan nafkah yang (sebisa mungkin) halal.
  • Sibuk Berdakwah: Dakwah di kalangan muslim merupakan suatu kewajiban, di Quran, perintahnya jelas, yaitu beramar ma'ruf nahi munkar, mengajak kepada kebenaran, dan menjauhkan dari kemunkaran.

Lihat dirimu, sahabat. Termasuk tipe yang mana? Tipe yang sibuk beribadah, menuntut ilmu, berbisnis, atau berdakwah?

Di sisi lain, saya pernah bertemu dengan seorang ulama, yang memahami secara luas ilmu-ilmu keislaman, hafal Al Quran, dia adalah seorang dokter spesialis jantung yang sangat terkenal karena kecerdasan yang dimilikinya, nafkah InsyaAllah cukup untuknya bekerja sebagai seorang dokter, namun dia sering menafkahkan harta di jalan Allah, sepulangnya dari praktek dokter, dia menjadi seorang guru pengajian/TPA di kampungnya, penampilannya sederhana dan tetap tawadhu menghadapi siapapun. Maukah kamu menjadi orang seperti ini?

 

 

Read More...
AddThis Social Bookmark Button

Konsekuensi 100%  

Lisensi Artikel:

Artikel ini bebas dikutip, dengan menyertakan link sumber, namun apabila terpaksa menjiplak/copy paste, wajib meminta izin terlebih dahulu dari penulis artikel ini

Bismillahirrahmanirrahiim... Sahabat, tahukah dirimu bahwa sebenarnya kita semua di dunia ini ditakdirkan untuk menjadi juara dan pemenang? Ingin suatu bukti? Ketika kita masih berupa sel sperma, berapa banyak sel lain yang harus kita jadikan kompetitor untuk masuk ke ovum? Dari awal saja, kita sudah memenangkan kompetisi menjadi seorang manusia dari 2 juta sel sperma!

Lantas dalam hidup ini, yang penuh dengan pilihan, membuat kita terkadang bingung. Bila kita sukses, terkadang lupa diri, bila gagal, terkadang menyalahkan orang lain.

Sahabat, bagaimanapun hasilnya, di manapun berada, kapanpun waktunya, suka atau tidak suka, janganlah suka menyalahkan berbagai pihak dalam situasi dan kondisi yang sedang kau alami. Kamu harus konsekuensi 100% atas pilihan dan tindakan yang telah kau tetapkan sendiri.

Bandingkan perkataan orang berikut ini,

"Aduh, nilai matematika gue jelek begini, ni gurunya ga bener nih! Ga bisa ngajar! Mana kemaren pas belajar ade-ade pada ribut lagi! Belum lagi si Joni pake ngajak maen PS dulu, ah sial nih gue!"

"Hmm..Nilai matematika gue jelek banget, kenapa kemarin gue belajar ga lebih giat lagi? Kenapa kemarin menolak tawaran les yang ditawarin ortu? Kenapa kemarin gue ga belajar kelompok sama yang pinter?

Yang pertama berkata adalah orang negatif, yang kedua adalah orang positif.

Sahabat, berapa kali dalam setiap hal yang kita terima, kita selalu menyalahkan orang lain? Pernahkah kita berpikir bahwa sebenarnya itu adalah hasil dan konsekuensi dari pilihan hidup yang kita pilih sendiri? Mulai sekarang, hindarilah sikap suka mencari kambing hitam (lho?), maksudnya suka menyalahkan orang lain, sungguh, menyalahkan orang lain ga ada habisnya, tapi bila kita senantiasa mengintropeksi diri, bukankah justru membuat diri kita menjadi senantiasa lebih baik?

Read More...
AddThis Social Bookmark Button